Rumah Amora

Rosi Ochiemuh
Chapter #2

Cerita Pertama di Mulai


Januari 2020.

Awan-awan di atas langit hari ini berarak, dan langitnya sungguh cerah. Perjalananku menuju rumah itu masih menyenangkan. Nanti setelah aku sampai, banyak hal yang akan dilakukan untuk membuat tempat itu jadi rumah tinggal paling nyaman. Hari ini aku kembali lagi mengunjunginya bersama Kusma.

Setibanya kami di rumah itu, Kusma masih seperti dulu, melepaskan pandangannya ke tiap-tiap ruangan sesudah masuk ke dalam. Rumah yang menyimpan rahasia kelam termasuk keresahan Ibu tentang masa lalunya. Di sini tidak ada yang berubah setelah dua tahun setengah kami tinggalkan, hanya sedikit kerusakan di bagian dapur. Aku dan Kusma akan memperbaikinya. 

Awalnya ayah sambungku membelikan rumah ini untuk tinggali bersama aku dan Ibu. Namun, sejak peristiwa menyedihkan itu, kami pindah ke rumah nenek. Ibu dari ayah sambungku. Sejak itu aku dan Kusma hanya berkomunikasi lewat jarak jauh. Sekarang, Kusma ada di sini bersamaku, kami sudah menjalin hubungan lebih dari teman lewat jarak jauh, dan berniat untuk menikah. Ayah dan Ibu telah merestui.

Setelah tragedi itu, Ayah tadinya ingin menjual rumah ini tapi aku melarangnya. Rumah ini masih bisa ditempati asalkan dibersihkan terlebih dahulu dari aura negatif. Sebenarnya, kedua orangtuaku belum tahu bahwa setahun lalu neneknya Kusma sudah membersihkan rumah ini dari pengaruh buruk sebelumnya. Kami diam-diam melakukan itu. Dia juga izin padaku untuk memakai dalam rumah untuk kegiatan pengajian sebulan sekali, mengirimkan doa-doa dan membaca kitab suci.

“Kamu mau tinggal di sini bersamaku setelah kita menikah, Kusma?” tanyaku, sesampai kami di ruang utama.

“Tentu saja. Apa kamu juga bersedia menerima aku apa adanya?” jawabnya memegang pipiku.

“Apa pun kamu sekarang atau nanti, Aku tetap menerimamu apa adanya,” ucapku. 

Pikiranku tiba-tiba ingat Bu Titik, “bagaimana kabar nenekmu?”

“Alhamdulillah, beliau baik dan sehat.”

“Bagaimana kalau nenekmu juga tinggal bersama kita di rumah ini?”

“Terima kasih, Sayang. Akan kusampaikan padanya nanti, biar kita tidak terlalu sepi di rumah ini.”

Tiba-tiba sekilas tercium aroma sedap malam yang lewat begitu saja di depan kami. Aku dan Kusma saling bertatapan dalam ruang utama. 

“Kamu mencium aroma itu, Amora?” tanya Kusma, lalu terdiam.

“Kamu mencium aromanya? Kukira aku saja. Apa ada yang datang lagi selain kita, penghuni baru yang lain?” ujarku bergidik, mengitari ruang utama. 

“Hanya ada kita di sini. Kurasa sekarang aura rumah ini lebih baik dari sebelumnya. Bukan seperti yang kamu pikirkan, Amora. Dia hanya ingin melihatmu sekali lagi.” Kusma menerangkan sesuatu yang tidak bisa aku tahu.

“Maksudmu?” Aku sedikit kaget dengan ucapannya. Apa mungkin dia itu? “Ah, kamu bercanda, Kusma,” tukasku, terasa angin dingin meniup belakang leherku dan langsung merinding. 

“Tenanglah, Amora. Ada aku di sini, kita baik-baik saja,” ujar Kusma sambil meraih tanganku dan menggenggamnya.

****

Lihat selengkapnya