Rumah Amora

Rosi Ochiemuh
Chapter #3

Calon Suami untuk Ibu


Agustus, 2017.

Sebuah mobil Toyota Avanza silver terparkir di depan halaman. Pak Marko keluar dari mobilnya. Ibu sejak tadi sudah bersiap begitu juga aku. Hari Minggu ini kami akan diajak Pak Marko ke rumah ibunya di Cikampek, Karawang Timur.

Biasanya Pak Marko ke rumah memakai motor, tapi sekarang pakai mobil. Mobil siapa yang dipakainya, ya? Pikirku. Ibu nampak biasa saja, tidak pangling, atau bagaimana menanggapinya. Ibu kembali bercermin merapikan bajunya, jilbabnya. Hari ini dia terlihat cantik. 

Aku memakai kaus belang lengan panjang yang dibalut celana kodok bahan jeans, rambut dikuncir ke belakang dan pakai tas selempang. Pak Marko dipersilakan masuk oleh Ibu yang wajahnya sudah tersipu. Dia memakai kemeja putih berbalut jas hitam dan celana hitam. Terlihat bagai calon pengantin pria dalam sinetron-sinetron, aku ingin tertawa tapi ditahan. Ibu mencubit pinggangku karena hampir saja kelepasan tawa. Biasanya Pak Marko memakai kemeja lengan pendek dan celana jeans. Hari ini dia kelihatan lucu di mataku, zaman dulu benar penampilannya.

“Sudah siap semua?” tanyanya pada kami.

“Iya, Mas. Amora juga sudah siap,” jawab Ibu, aku absen dengan tersenyum.

“Elis, mengapa dadaku yang berdebar, ya?” tukas Pak Marko, aku terkejut mendengarnya. 

Duh, Pak Marko. Mengapa dia yang gugup, harusnya Ibu, dong.

“Ah, kamu, Mas. Harusnya aku yang gugup,” jawab ibuku terkekeh.

Kami lalu berangkat dengan mobil yang dikendarai Pak Marko. Aku canggung jika memanggilnya Om. Lebih nyaman sejak awal memanggilnya dengan Pak Marko.

“Motornya ke mana, Pak? Biasanya naik motor?” tanyaku memecah keheningan saat di perjalanan. Ibu tersenyum di sampingnya. Terlihat dari kaca spion depan.

“Oh, itu. Motor saya sedang diservis. Kita bertiga kalau naik motor tidak muat, Amora,” jawabnya terkekeh.

“Iya, sih,” ujarku sedikit geli, “ini mobilnya siapa, Pak?” tanyaku lagi. Ibu kembali tersenyum melihatku dari kaca spion depan. 

“Amora sedang belajar jadi wartawan, Mas,” sahut Ibu.

“Oh, tidak apa, Lis. Biasa itu, remaja rasa ingin tahunya besar. Kamu tidak ingat, dulu kamu juga sama,” tukas Pak Marko, dia terkekeh lagi, “ini mobil saya, Amora,” lanjutnya.

Aku mengangguk saja. Sebisa mungkin menahan lagi rasa ingin tahuku yang lain padanya. Ternyata Pak Marko punya mobil. Akan tetapi penampilannya setiap datang biasa saja, dan motornya juga biasa. Mungkin Pak Marko punya jabatan lumayan di tempat dia bekerja.

Lihat selengkapnya