Rumah Amora

Rosi Ochiemuh
Chapter #13

Pesan Ancaman Lagi


Apa yang kamu khawatirkan Amora? Ibumu hanya menerima pesan tidak dikenal, bukan sesuatu yang membahayakan. Selama ini kalian hidup dalam damai meski kesusahan. Selama ini kalian tidak punya musuh. Untuk apa takut? Kamu harus rela Pak Marko jadi ayahmu jika ingin ibumu bahagia dan selalu terlindungi dan nyaman di dekatnya. Mengapa harus khawatir?

Jangan pernah berpikiran buruk dan membicarakan hal yang buruk, yang membuat ibumu khawatir. Kamu harus r ibumu. Berikanlah dia suntikan positif ke dalam pikiran dan hatinya karena sebentar lagi detik-detik hari kebahagiaannya, ingat Amora.

 Lamat-lamat kedua mataku terbuka, rasanya lelah sekali seluruh badan. Seakan telah melakukan perjalanan jauh, semacam berlari. Suara yang terdengar saat kuberjalan di tengah padang rumput yang kering itu, apakah suara nuraniku? Gemanya terkenang sampai aku bangun. 

Mungkin karena semalam. Ibu sangat takut jika salah satu keluarga ayah kandungku atau ayah kandungku sendiri datang menemui kami setelah belasan tahun tidak pernah mencari. Dikala Ibu akan menjemput kebahagiaan baru. 

Aku jadi gelisah dan sedih, ini bukan sekadar sedih karena terbawa kekhawatiranku. Akan tetapi sedihku karena sebenarnya aku juga orang masih meragukan Pak Marko, ketulusannya, dan terbersit untuk berontak agar Pak Marko tidak jadi menikahi ibuku. Namun aku tidak bisa, dan tidak tega pada Ibu. 

****

Pagi-pagi Pak Marko sudah datang ke rumah. Dia membelikan sarapan nasi kuning komplit untuk kami. Dia ingin sarapan bersama sambil bicara hal penting.

“Elis, aku ingin memberitahu kabar baik sebelum hari pernikahan kita,” tutur Pak Marko.

“Iya, Mas. Kabar baik apa? Kejutan apa?” balas Ibu.

Aku hanya memerhatikan saja sambil menyantap nasi kuning bersama kerupuk. Dua gelas teh manis hangat terhidang di meja, yang satu untuk Ibu dan satunya buat Pak marko. Punyaku segelas susu cokelat.

“Aku sudah menemukan rumah yang nyaman dan terjangkau harganya untuk kita tinggali setelah ini. Letaknya cukup strategis dekat dengan pasar dan rumah sakit. Aku membelinya dari uang tabunganku,” ujar Pak Marko dengan mata berbinar.

Kami terkejut mendengar berita yang dituturkannya. Sekaligus kagum yang muncul sedikit di dalam hatiku. Ternyata Pak Marko mewujudkan apa yang kami inginkan. Terutama Ibu.

Sejak aku kecil, Ibu hanya bisa menyewa rumah yang sangat kecil untuk kami tinggali berdua. Belum bisa untuk membelinya. Wajarlah jika Ibu berbinar matanya menanggapi ucapan Pak marko. Sedangkan aku kagum sedikit karena begitu cepat dia bisa membeli rumah dari hasil keringatnya sendiri.

Lihat selengkapnya