Rumah Amora

Rosi Ochiemuh
Chapter #15

Ayah Baru dan Rahasia Ibu.

Oktober, 2017.

Layang-layangku terbang makin tinggi. Bentuknya bujur sangkar kecil, berwarna pink es yang terang, aku sedang mainkannya di halaman samping rumah. Kami sepertinya sudah tinggal di rumah baru. Aku, Ibu dan Ayah. 

Apakah layang-layang itu kuterbangkan sendiri? Tentu tidak. Ayah baruku yang menerbangkannya. Point-point terbaik penilaianku sisanya telah terkumpul sempurna, seberapa pantas dia jadi pasangan ibuku? Hari ini dunia yang kami rasakan sangat indah, Ibu dan Ayah berbahagia. Aku di sini ikut bahagia, sembari mengendalikan tali layanganku.

Kedua orangtuaku sekarang duduk-duduk di teras rumah berlantai bebatuan kali yang dingin, mereka terdengar sedang berbincang sambil minum teh hangat. Rumput-rumput teki yang halus dan hijau tumbuh lebat menyegarkan mata di sekitarnya. Pepohonan rindang turut melengkapi keasrian sekitar halaman rumah, pohonnya tidak terlalu tinggi hanya menambah sejuk di mata. 

Samar-samar dari kejauhan mataku menangkap pemuda di seberang rumah kami berjalan menuju ke mari. Semakin dekat, dan semakin dekat, dia berjalan menuju pagar samping rumah dan masuk ke dalam dengan pandangannya yang sendu tertuju padaku.

Dia tersenyum, wajahnya kelihatan polos dan lugu berkacamata tebal ingin menghampiriku. Anehnya, kedua orangtuaku tidak melihat dia. Pemuda itu ternyata lebih tinggi dariku. Wajahnya imut dan bentuk mukanya panjang, rambut cepak berponi, memakai baju dalaman kaus warna putih dibalut kemeja lengan panjang corak kotak-kotak biru laut yang terbuka kancingnya.

Dia tersenyum manis padaku dan memanggil namaku. Namun, sekelebat suara Ibu terdengar jelas memanggil namaku semakin lama semakin kencang, dan …

“Amora! Amora! Bangun, Sayang! Sudah siang!”

Mataku terasa berat saat dibuka, ada apa denganku? Sepertinya aku berada di tempat yang salah. Kemudian kubuka kedua mata yang masih terasal engket, sejak mendengar suara Ibu memanggil berulang-ulang di telinga.

“Ibu! Amora masih di rumah ini, rumah kita?” tanyaku dengan suara berat, Ibu heran melotot padaku.

“Iya, di rumah kita, Sayang! Kamu mimpi aneh lagi?” ujar Ibu.

“Oh, ternyata masih di rumah kita yang lama ya, Bu. Ternyata tadi cuma mimpi,” ucapku sambil menarik napas berulang-ulang. Aku sedikit kecewa.

“Tuh, kan. Kamu pasti lupa baca doa sebelum tidur, Amora?” cecar Ibu gusar.

“Iya, Bu. Rasanya semua badanku pegal dan lelah.”

Ibu langsung memeriksa suhu badanku, dan memegangi wajahku setelah aku mengatakan itu.

“Kamu kelelahan Amora, capek ya, karena acara kemarin?”

“Tidak, Bu. Mungkin hanya kelelahan saja karena belum terbiasa berada di keramaian.”

Semalam aku ikut bantu beres-beres bersama tetangga kami setelah acara akad nikah Ibu dan Pak Marko. Rupanya tadi itu hanya mimpi. Akan tetapi sekarang mimpinya lebih baik dari yang kemarin. Aku senyum sendiri mengingat cowok seusiaku tadi yang datang dalam mimpi. Senyumnya terasa hangat dan manis.

Wajahnya masih tergambar dalam ingatan, tapi dia itu siapa, ya? Apa kami berjodoh? Memandang wajahnya saja hatiku hangat. Mengapa aku memikirkan lelaki tadi, yang bukan mahramku? Mengapa dia ada dalam mimpiku padahal aku tidak kenal sama sekali?

Sekarang ini hari Senin. Kulihat di meja ruang tamu ada sarapan yang sudah disediakan Ibu. Badanku masih tidak enak, aku lalu bilang Ibu untuk izin tidak sekolah hari ini saja. Lantas Ibu memegang kening dan wajahku berulang-ulang. Ibu membolehkanku izin satu hari tidak masuk ke sekolah karena terlihat kurang sehat. 

Aku tidak melihat Pak Marko sejak tadi, eh maksudnya ayah baruku. “Ibu, Pak Marko ke mana? Dia semalam tidur di sini tidak?” tanyaku pada Ibu.

Ibu lantas menoleh, kedua alis di wajahnya mengernyit.

Lihat selengkapnya