Oktober, 2017.
Selama Ayah pergi ke luar, kami menceritakan apa yang dialami selama bermalam di rumah baru kami. Gayung bersambut, Bu Titik mendengarkan dengan baik tanpa menyela penuturan Ibu atau menampiknya, lalu dia melirik Kusma. Namun, aku masih merahasiakan seluruh mimpiku di malam itu. Aku takut jika menceritakan semuanya, apa yang akan dirasakan oleh kedua orangtuaku?
Bu Titik pun akhirnya berterus terang jika rumah itu memang memiliki masa lalu kelam, dan aku terkejut mendengarnya. Katanya, hampir tidak akan ada yang mempercayai penuturan Bu Titik waktu itu, bahkan tetangga di sekitarnya menganggap Bu Titik dan Kusma orang aneh. Dia bilang, jika lima belas tahun lalu rumah itu kebakaran dan dia seakan menyaksikan kebakaran rumah itu disengaja untuk menghilangkan jejak kejahatan yang tersimpan di sana. Sayangnya, Bu Titik tidak punya bukti kuat, dan warga tidak mau tahu urusan rumah itu karena pemiliknya yang sombong dan kasar pada mereka. Kupikir cerita kebakaran yang terjadi dalam rumah itu sesuai gambaran dalam mimpiku.
“Darimana Bu Titik bisa beranggapan begitu?” tanya Ibu memotongnya bicara. Aku pun sama terdengar bingung tapi penasaran.
Bu Titik menjawab pertanyaan Ibu dengan membuat kami sedikit terkejut, dia bilang bahwa cucunya sejak masih kecil jika lewat depan rumah ini akan berlari ketakutan, entah apa yang Kusma lihat sampai begitu takutnya. Semasa ibu Kusma masih hidup tidak bisa mengendalikan tingkah laku Kusma. Hingga orang-orang di sekitarnya menganggap keluarga Bu Titik orang aneh.
Kusma juga sering diam di rumah. Jarang bermain dengan teman-teman sebayanya. Dia juga bilang, itu dikarenakan kelebihan yang dimiliki pada Kusma sejak kecil. Hingga membuat Kusma sering diejek, dibulli, dan ditakuti teman-temannya.
“Apa yang Kusma lihat pada rumah ini waktu itu, Bu Titik?” tanya ibuku lagi. Aku mendengarkan meski kepala ini sedikit pusing.
Kusma menekur dan kelihatan gelisah. Neneknya mengerlingkan kedua mata padanya. Aku tahu pertanyaan itu hanya bisa dijawab oleh Kusma sendiri.
“Waktu rumah ini masih kosong, ketika aku berumur tujuh tahun. Aku melihat sesuatu yang seram tapi menyedihkan. Satu perempuan dan satu laki-laki yang sudah mati dengan kondisi mereka yang tidak karuan, duduk di teras rumah ini. Seperti sedang menunggu sesuatu, dan seperti memelas. Waktu itu penampilan mereka membuatku sangat takut."
“Maksud kamu, satu perempuan dan satu laki-laki yang terluka parah?” ucapku memastikan. Ibu melotot padaku, mungkin tidak percaya dengan ucapanku.
Bu Titik dan Kusma ikut terkejut mendengar ucapanku itu. Heran, mengapa. aku bisa tahu apa yang dilihat Kusma. Ibu memaksa agar aku bicara sejujurnya apakah mimpi itu memang seperti yang kuceritakan tadi pada Ibu, atau ada lagi yang disembunyikan.
Kusma tersenyum padaku, dan berkata, “kamu juga merasakannya, Amora? Sudah kuduga, meski kulihat waktu pertama kali bertemu denganmu duduk di teras rumah ini nampak biasa saja. Setelah kudengar dari dokter itu kamu sakit, itu tanda keadaanmu tidak baik. Pasti aura buruk rumah ini akan mengganggu lagi.”
Ibu tercenung sejenak, dia cemas lagi. Kemudian Ibu mengeluh, mengapa kami harus dapat masalah setelah pindah ke rumah baru yang sudah lama diimpikan.