Rumah Amora

Rosi Ochiemuh
Chapter #25

Yang Datang dari Masa Lalu

Oktober, 2017

Setelah mendapatkan telepon dari Umi Sakdiyah itu, Ibu dan ayahku diam. Sebentar lagi kami akan sampai di rumah. Pukul tujuh malam, suasana sekitarnya masih ramai. Tibalah kami di depan pagar, dan Ayah membuka pagarnya setelah keluar dari mobil. Kemudian masuk ke dalam mobil kembali untuk diparkir ke dalam halaman, lantas aku dan Ayah langsung menutup dan menggembok pagar rumah. Untungnya lampu teras depan dan lampu tiang di halaman rumah kami sudah dinyalakan sebelum pergi tadi supaya tidak gelap. 

Lelah menyerta setelahnya. Ibu dan Ayah langsung ke kamar. Begitu juga aku, jatuh ke kasur. Sebelum itu aku melihat ponselku. Rasanya ingin membicarakan tentang ini pada Kusma. Aku lalu mengirimkan pesan SMS padanya.

[Kusma, kamu sedang ngapain?]

Lama kutunggu balasan SMS darinya. Sembari menunggu, aku keluar kamar sebentar untuk ke dapur mengambil air minum. Entah mengapa aku mendengar suara orang berjalan dari balik dinding ruang tamu. Kudekapkan salah satu telinga ke dinding. Aneh, malah tidak terdengar lagi. Lantas aku kembali ke kamarku. Kubuka SMS dari Kusma. Dia membalasnya. Katanya di kamar sedang membaca buku. 

Kuceritakan tentang perjalanan rekreasi bersama orangtuaku, dia membalasnya dengan emot bahagia dan tertawa. Sedang asyik aku ber-SMS dengan Kusma, tiba-tiba listrik padam. Aku terkejut, tapi tidak bisa berteriak seperti dulu waktu kecil kalau tiba-tiba listrik padam.

Mencoba untuk tenang, menarik napas panjang di kegelapan. Walaupun sebenarnya tidak terlalu gelap karena ponselku menyala, dan segera kucari aplikasi senter dalam ponsel dan dinyalakan. Ponsel berubah fungsi jadi senter. Terdengar suara dari pintu kamarku, pintu kamarku dikunci dari luar? Apakah itu Ibu atau Ayah? Mengapa pintu kamarku dikunci dari luar? Kutarik gagang pintu berkali-kali tetapi tidak bisa dibuka pintunya. Napasku memburu, dan tubuh berkeringat karena kepanasan di dalam kamar.

Terdengar dari luar pintu kamarku seperti benda keras menabrak pintunya. Aku duduk berjongkok menyandar di pintu kamar, lantas mematikan senter dari ponsel. Duduk diam, mendengarkan suaranya. Perasaanku sedikit kalut, kurasa telah terjadi sesuatu di rumah kami.

“Kamu urus Marko, biar aku yang urus perempuan ini,” terdengar suara laki-laki, siapa yang berada dalam rumah kami? Napasku tidak beraturan, aku menggigit bibir. Ada apa dengan ayahku. Apa ada perampokan? Ibu! Hampir saja mulut ini teriak mengingat ibuku. 

Tenang Amora, kamu harus tenang. Mungkin telah terjadi sesuatu di rumahmu, gumamku. Jika aku keluar dari kamar ini, siapa yang akan menolong mereka? Aku langsung menghubungi Kusma. 

“Kamu di mana? To-tolong kami, Kusma. Di rumahku mati listrik, dan aku merasa dalam rumahku ada perampok. Ayah dan Ibu bersama mereka. Aku dalam kamarku sekarang, kamarku dikunci dari luar, Kus, tolong ke mari,” ucapku berbisik di telepon. 

“Apa, Amora? Iya, kamu tenang. Tunggu di situ. Jangan ke mana-mana. Jangan buat sesuatu yang mencurigakan mereka. Tetap diam. Aku akan mencari pertolongan.”

Telepon segera kumatikan, aku berada dalam kegelapan. Duduk memeluk lutut di belakang pintu kamar. 

“Hei, Marko! Siapa lagi yang ada di rumah ini?”

Apa itu suara perampok?  

“Siapa, Kalian? Mengapa menyekap kami?”

Ayah, Ibu. Apakah kalian disekap di sana? Ya Allah, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Degup jantungku tak beraturan. Makin lama aku ingin berteriak menangis. Tidak, tidak boleh kulakukan, sebelum bantuan datang. Aku berdoa, terus berdoa agar segera mendapat pertolongan.

Suara-suara dari luar kamarku, terdengar lagi. Mereka masih di ruang tamu. Ya Allah, selamatkanlah orangtuaku.

“Halo Marko, Mbak Elis. Apa kabarnya? Masih ingat denganku?”

Suara itu sepertinya aku kenal. Apa itu suara Om Audri?Aku menutup mulutku segera menahan rasa terkejut yang luar biasa. 

Lihat selengkapnya