Dengan perasaan yang sangat gusar dan pikiran yang begitu terbakar, Verganita langsung bangkit dan mendorong tubuh Reihan. Meskipun ia terlahir dari keluarga dengan tingkat kekayaan yang sangat di bawah rata-rata, ia tidak bisa menerima begitu saja diperlakukan dengan sangat hina. Apalagi oleh seorang laki-laki yang sama sekali tidak dikenalinya.
"Tuan jangan bicara sembarangan! Jangan seenaknya mengatai perempuan itu murahan jika Tuan tidak tahu apa alasannya," sergah Verganita. Tatapannya begitu tajam kepada Reihan.
Sedangkan Reihan memangku tangannya sembari tersenyum sinis dan terlihat begitu pahit.
"Saya perlu tahu alasanmu melakukan ini karena apa? Sudah ada buktinya di depan mata saya bahwa kamu adalah perempuan yang sangat murahan!" umpat Reihan terkekeh.
Sebagai seorang perempuan yang memiliki watak keras kepala dan tidak mau direndahkan begitu saja, Verganita perlahan melangkahkan kakinya dan memasang raut wajah menantang kepada Reihan.
"Tuan harus tahu, tidak setiap yang terlihat oleh mata adalah apa yang terjadi sebenarnya. Tidak setiap yang didengar oleh telinga adalah apa yang terjadi sebenarnya. Seringkali orang-orang terlalu cepat menyimpulkan tanpa mengetahui dulu lebih dalam apa penyebabnya. Dan manusia seperti itu tidak pantas untuk dihargai," jelas Verganita.
Matanya terbuka begitu lebar, napasnya sangat memburu, otaknya seketika langsung mendidih, pun dengan tangannya yang perlahan mengepal sempurna. Baru kali ini Reihan mendapati seorang perempuan yang begitu berani menantangnya tanpa rasa takut sedikit pun.
"Manusia seperti saya tidak pantas untuk dihargai? Lalu, apa kabar dengan manusia yang menjual tubuhnya sendiri? Perempuan yang merendahkan martabat dan harga diri perempuan lainnya dengan menjual tubuhnya sendiri. Sangat hina dan kotor!" lanjut Reihan mengumpati Verganita. Ia semakin tidak ingin kalah dengan apa yang diucapkan oleh Verganita.
Ini adalah kali pertama bagi Verganita bertemu dengan seseorang yang begitu menyebalkan dalam hidupnya. Ia sama sekali tidak pernah berkeinginan dan bermimpi untuk bertemu dengan laki-laki yang sekarang berada di hadapannya. Sungguh, membuat Verganita tidak lagi bersedia untuk menjual tubuhnya, bahkan keperawanannya.
"Jika perempuan seperti aku kotor dan hina, lalu bagaimana dengan seseorang yang seenaknya menyebut bahwa aku itu kotor dan hina? Oh, apakah dia baik dan sempurna?" tanya Verganita.
Sorot matanya kini semakin tajam. Andai mata itu bisa berbicara, mungkin sekarang sudah mengutuk keras seorang laki-laki yang berada di hadapannya.
"Ingat, orang baik tidak akan menyebut dirinya baik. Orang jahat tidak akan menyebut dirinya jahat. Dan orang sepertimu, Tuan, aku kira tidak pantas berada di tempat ini. Karena itu akan sangat lebih mengotori tempat ini," lanjut Verganita dengan berbisik kepada Reihan.
Verganita tidak mengerti sama sekali mengapa seorang laki-laki yang berada di hadapannya itu malah mengumpati dirinya. Padahal mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Lalu, yang menjadi pertanyaan besarnya, "Untuk apa Reihan membeli dan membayar mahal Verganita?" Ah, entahlah.
"Aku tidak tahu apa alasanmu membayarku begitu mahal, Tuan. Bahkan, aku tidak tahu siapa namamu. Tetapi syukurlah karena aku belum mengetahuinya. Itu lebih baik daripada aku harus menerima bayaran mahalmu dan mengetahui siapa namamu, Tuan."
Sejurus kemudian, Verganita membalikkan badannya dan berniat untuk pergi dari kamar itu.