Rumah Bertuah

Serenarara
Chapter #9

Rumah yang Mulai Ramai

Pagi itu Rinai terbangun bukan oleh alarm, melainkan oleh suara nyaring di dekat telinganya.

“Kak Rinai, bangun! Udah jam segini!”

“Hah?!” Rinai melonjak duduk, jantungnya nyaris copot.

Mima berdiri di samping ranjang dengan tangan berkacak pinggang. “Kakak kan lama mandinya! Kerjaan di kantor nungguin tuh!”

Rinai mengucek mata, bengong.

Padahal ini rumahku… tapi kenapa rasanya kayak bangun di asrama? pikirnya.

Ia mandi, bersiap dengan busana kerjanya, lalu turun ke dapur dengan ragu.

Langkahnya terhenti. Mami sibuk di depan kompor, memasak entah apa. Di sampingnya, pisang goreng tersusun rapi. Papa duduk tenang membaca koran di meja makan. Jevian juga di sana, menyeruput teh sambil mengunyah pisang goreng… gaib.

“Kalian…” Rinai menelan ludah, “ngapain?”

Serempak mereka menjawab, santai. “Kebiasaan.”

Mami menoleh, lalu duduk. “Maaf ya, Nai. Ini rutinitas dulu susah banget hilanginnya. Mami juga kebiasaan masak. Kalau kamu mau, Mami juga bisa masakin kok.”

“Gimana caranya, Mi?” heran Rinai, melirik hidangan gaib yang disuguhkan Mami, nasi goreng.

Mami menggaruk kepalanya, “Gimana ya? Pinjem tubuh kamu dulu kali ya?”

Rinai nyaris tersedak napasnya, refleks memundurkan tubuhnya.

“Udah-udah,” Jevian memotong cepat, menyadari raut ngeri di wajah gadis itu. “Sarapan dulu, takut nanti kamu telat.”

“Ciee, Koko perhatian~” Mima langsung menggoda.

“Apa sih. Pokoknya, hari ini aku duluan yang ikut Rinai kerja ya!” Jevian mengingatkan.

“Dih enak banget, duluan,” Mima kesal. “Aku juga mau!”

“Gantian! Nanti kamu ada gilirannya,” Jevian mengucek rambut adiknya.

Rinai akhirnya menggigit roti cokelat bungkusan yang dibeli kemarin. Rasanya biasa saja, tapi dikelilingi mereka semua, rasanya menjadi hangat.

 

-oOo-

 

Rinai menarik napas panjang begitu melangkah masuk lobi, Jevian hanya diam mengikutinya di belakang. Matanya refleks menyapu area resepsionis, tempat yang sebelumnya membuat dadanya mengencang.

Kosong. Tidak ada Anya ataupun Sasha.

Bahunya sedikit turun, lega datang perlahan.

“Rinai!” Mareta muncul dari arah pintu, langkahnya gesit. “Eh, kamu udah dengar belum?”

“Dengar apa?” Rinai menoleh, masih setengah waspada.

Mereka berjalan berdampingan ke arah lift. Mareta menurunkan suaranya. “Dina dipecat.”

Langkah Rinai terhenti sepersekian detik. “Hah?”

“Ternyata bukan cuma soal kamu,” lanjut Mareta cepat, seolah tahu reaksi itu akan muncul. “Investigasi temukan banyak dosanya. Pengalihan tugas seenaknya, kecurangan kerja, intimidasi dan pelecehan verbal ke junior.”

Ia mendengus kecil. “Jadi kamu nggak perlu merasa bersalah.”

Pintu lift terbuka. Mereka masuk, berdiri berdampingan di sudut.

“Terus… Anya sama Sasha?” Rinai bertanya pelan.

Mareta melirik pantulan mereka di dinding lift. “Tinggal menunggu penyelidikan selanjutnya. Sebenarnya mereka tekan kamu karena ketakutan, mereka kan sering terlibat. Nanti juga keseret. Head compliance kita sharp banget ya, adil dan bijaksana!”

Lift bergerak naik. Rinai terdiam. Ada pancaran lega di wajahnya, jelas, serta sedikit sesal yang menyelip tipis tanpa alasan yang ia pahami sepenuhnya. Tapi untuk pertama kalinya, ia tak menyalahkan dirinya sendiri.

Ini bukan salahku.

Lift berhenti di lantai Mareta.

“Pokoknya sekarang fokus kerja, ya,” katanya sambil tersenyum. “Yang buruk-buruk biar selesai di sini.”

Pintu menutup. Rinai melanjutkan naik, dengan dada yang terasa sedikit lebih ringan.

Di belakang, Jevian memandangnya sambil tersenyum, ikut lega.

 

-oOo-

 

Begitu jam pulang tiba, Adela sudah berdiri di samping meja Rinai dengan tas di pundak.

“Makan dulu,” katanya singkat. Nada yang jelas bukan tawaran.

“Ke mana?” Rinai bertanya sambil merapikan barangnya.

Chicken katsu viral,” sahut Nindi dari belakang. “Murah, rame, tapi katanya worth it.”

Mareta ikut menyusul di lobi. “Aku ikut dong, jadi penasaran.”

Warungnya kecil, terkesan penuh dan berisik. Suara minyak mendesis disertai pesanan yang dipanggil keras-keras. Mereka berdiri berdesakan, lalu duduk di bangku plastik. Potongan katsu disajikan di piring seng, sausnya tumpah sedikit ke pinggir.

Lihat selengkapnya