Rumah Dalam Angan Perempuan

Yuisurma
Chapter #2

Rumah Dalam Mimpi

Tuh, kan sama saja, mau lewat jalan tikus, atau jalan arteri kalau waktunya jam macet, ya tetap saja macet!” keluh Nitia pada suaminya

Mobil yang ditumpanginya bareng Senapati, suaminya sedari tadi memang melaju pelan sekali. Padahal suaminya yang membawa mobil lebih dulu bersikukuh, meski menempuh jarak yang lebih jauh akibat sering berbelok-belok, namun melewati jalan di kawasan pemukiman penduduk yang padat seperti di daerah Sunter ini tetap akan lebih baik. Paling tidak bila dibandingkan dengan terjebak kemacetan parah di jalan arteri.

“Kendaraaan yang melintas sebenarnya enggak padat-padat amat, cuma lebar jalannya terlampau sempit.”

“Apa pun faktor penyebabnya, tetap saja ujung-ujungnya kita terjebak macet juga.”

“Padahal biasanya enggak pernah semacet ini.”

“Mas Sena lupa kalau sekarang bulan Agustus. Tiap-tiap RT pasti bikin acara untuk memeriahkan HUT kemerdekaan. Masa enggak lihat sedari tadi banyak kerumunan warga.”

Cukup lewat menyengir saja respons Senapati begitu disentil istrinya. Kendati demikian ia membenarkan pernyataan istrinya. Terbukti usai melewati kerumunan warga, mobil yang dikendarainya melaju normal kembali.

Apes, belum satu menit mobil kembali merayap lagi menjelang pertigaan jalan. Karuan Nitia harus kembali menggerutu, sekaligus menyesalkan lagi keputusan suaminya yang tadi bersikukuh memilih jalan alternatif menuju alamat tujuan.

Selanjutnya Nitia malah terkesiap. Mulutnya sampai spontan menganga lebar, sementara telunjuknya refleks diacungkan ke arah jendela mobil di sampingnya. Di sana ia menemukan satu obyek mencengangkan, setidaknya menurut kacamatanya sendiri. Barusan ia menunjuk sebuah rumah yang memiliki pekarangan luas, serta rindang oleh pepohonan.

“Mustahil ....”desisnya, mengomentari rumah yang tengah memukaunya di dekat pertigaan jalan. Ingin tidak percaya, namun rasanya sulit untuk disangkalnya. Adalah terlampau nyata bila rumah tersebut memang benar menampak untuknya.

“Stop, stop dulu, Mas!” pinta Nitia tiba-tiba, meminta suaminya agar segera mengerem laju mobil. Barusan mobil suaminya kembali melaju normal. Langsung berbelok begitu melewati pertigaan jalan.

“Kenapa sih, Tia! Baru kita lepas dari macet di pertigaan, eh malah minta berhenti lagi!” Suaminya balik kesal akan permintaannya.

“Pokoknya rem dulu, nanti aku ceritakan!”

Kurang mengerti maksud dan tujuan permintaan istrinya, namun Senapati memilih menepikan mobil ke bahu jalan saja. Begitu mobilnya berhenti, istrinya seketika membuka pintu depan mobil. Lantas menyeberang jalan. Istrinya terlihat seperti hendak mendekati gerbang sebuah rumah nan asri di seberang jalan. Rumahnya sendiri tampak sepi, sementara gerbangnya tertutup rapat.

Ternyata Nitia tak bermaksud memasuki rumah yang tengah memukaunya ini. Ia hanya berdiri tepat di depan gerbang. Sementara bola matanya terus memindai rumah di depannya ini, terutama bagian pekarangan depan yang luas sekali, serta banyak ditanami pepohonan rimbun.

Entah apa yang terlintas dalam pikirannya sewaktu memandangi rumah di depannya. Nitia terlihat layaknya tengah menemukan kembali barang miliknya yang menghilang, sedangkan dirinya telah bertahun-tahun lamanya mencari-cari. Padahal rumah besar yang tengah membetot antusiasnya ini jelas bukan miliknya.

 “Memangnya seunik apa sih rumah ini, sampai-sampai kamu terpukau begini?” tanya Senapati yang telah menghampiri istrinya. Ia cukup menganggap biasa-biasa saja rumah yang tengah ditatap istrinya. Hanya menang di pekarangan yang luas, serta rimbun oleh pepohonan.

 Sembari menggeleng-gelengkan kepalanya Nitia berkata, “ Ternyata rumahnya memang benar-benar ada, Mas Sena!”

 “Dari dulu juga rumah ini memang sudah ada di sini. Aku sering lewat pertigaan itu,” terang Senapati sembari menunjuk pertigaan jalan, yang cuma berjarak puluhan meter saja dari posisinya berdiri.

Lihat selengkapnya