Rumah Dalam Angan Perempuan

Yuisurma
Chapter #5

Menjahit

 Setibanya di rumah usai berkantor Nitia tak lantas segera berleha-leha. Malam nanti suaminya akan terbang ke Ternate untuk urusan dinas. Ia harus menyiapkan barang-barang kebutuhan suaminya selama berdinas. Mengemasi baju-baju milik suaminya ke dalam koper, sepertinya akan menjadi aktivitas yang harus didahulukan segera. ia lalu beranjak menuju ruang tempat lemari pakaian berada.

 “Celana panjang punya siapa ini?” heran Nitia begitu membuka lemari pakaian.

Barusan Nitia menemukan sehelai celana panjang formal pria berwarna hitam. Bahan kainnya masih kaku, sedangkan jahitannya tampak rapih sekali. Kelihatannya celana panjang itu masih baru, dan belum pernah dipakai sama sekali. Tak ada nomor celana, maupun logo yang menempel di sana.

Mengamati potongannya Nitia menduga bila celana panjang ini buatan tukang jahit. Sementara yang dia tahu semua pakaian milik suaminya senantiasa dibeli di toko. Nitia hafal di luar kepala semua rupa, juga jenis pakaian suaminya yang tersimpan dalam lemari. Terkecuali celana panjang hitam yang satu ini.

“Cuma selama ini Mas Sena selalu ngeluh, selalu kecewa sama pakaian buatan penjahit. Mas Sena belum jua menemukan penjahit yang pas dengan seleranya.”

Merasa janggal dengan penemuan sebuah celana panjang hitam, Nitia lalu larut berlama-lama memandanginya.

“Kayaknya Mas Sena sudah nemu penjahit yang cocok dengan kriterianya. Tapi, penjahit mana ya? Kenapa juga Mas Sena enggak cerita padaku?” 

ooo

 

 “Semestinya seorang istri bangga disanjung-sanjung suami,” ucap Senapati beberapa saat sebelum meninggalkan rumah menuju bandara. Senapati sulit mengerti akan respons istrinya. Bukannya bangga, istrinya malah tertentang kesal saat ia mengapresiasi celana produk menjahit istrinya.

Di lain sisi kekesalan Nitia sebenarnya bukan karena sanjungan berlebih suaminya. Ia kesal akibat suaminya yang tetap bersikukuh, bahwa celana panjang yang membingungkannya itu hasil jahitannya sendiri.

 Tak cukup memuji, suaminya juga meminta dirinya untuk kembali menjahitkan celana panjang lagi. Menurut suaminya, celana panjang hasil jahitannya paling pas dari semua stok yang ada di dalam lemari.

 “Kalau aku memang bisa menjahit. Sejak awal Mas Sena tak perlu ke toko lagi. Biar aku sendiri yang menjahitkan semua baju-baju Mas Sena.”

 “Dulu kamu memang enggak bisa menjahit. Tapi, sekarang lain cerita. Ini semua berkat saranku agar kamu ikut kursus menjahit.”

“Kapan aku pernah ikut kursus jahit?”

Spontan Senapati menggeleng-gelengkan kepalanya. Sepertinya sang istri mulai terjangkiti penyakit lupa.

“Jadi Tia enggak pernah merasa pernah ikut kursus menjahit?”

“Kalau aku pernah ikut mana mungkin aku bertanya?”

Lihat selengkapnya