Rumah Dalam Angan Perempuan

Yuisurma
Chapter #9

Mandela Effect

 Refreshing. Kata ini tengah menyeruak dalam benaknya. Hanya dengan refreshing Nitia berharap, organ otaknya yang tengah mendidih gara-gara ingatan malah terus memperdaya dirinya lekas mendingin lagi. Karenanya ketika Lis tadi mengajaknya menonton The Script yang tengah konser di Jakarta, tanpa melihat nominal harga tiket masuk lagi Nitia langsung menyahutnya.

 “Kemarin lusa aku ketemu Wildan,” ujar Lis, mengalihkan tema obrolan sebelumnya bersama Nitia. Mereka berdua tengah berada di The Kasablanka Hall, menunggu para personil The Script, band asal Irlandia beraksi di atas panggung.

 “Wildan ... siapa ya?”

“Ampuuun ... dah, Tia, memorimu makin kemari malah makin payah saja,” omel Lis, merasa kesal karena lawan bicaranya kembali lupa.

 “Aku kenal beberapa nama Wildan, Wildan yang mana yang kamu maksud?”

 “Wildan suaminya Alin.”

 “Lah, Alin, kan masih single?”

 Kelihatannya Lis merasa kali ini layak menyematkan geram. Nitia sudah berlebihan bercanda menurutnya.

“Dengar, Tia. Sekarang aku mau ngobrol serius, enggak mau canda!”

Tentu saja Nitia menolak dituding bercanda. Sejatinya apa yang dikatakannya barusan tentang Alin adalah benar, atau paling tidak seperti itu yang ada dalam memorinya. Kendati begitu ia enggan bersikukuh menyebut Alin masih lanjang. Memilih mengikuti saja realitas yang hendak dituturkan Liz tentang Alin, sepertinya malah bijak untuk dilakukannya.

 “Rileks, kita ini lagi nunggu konser, jadi enggak perlu serius-serius amat ngobrolnya!”

 “Aku kini tahu apa sebab Wildan bercerai dengan Alin.”

 “Alin pasti selingkuh.”

 “Kok sinis?”

 “Wildan kelewat sayang pada Alin. Cuma faktor Alin selingkuh sebab rumah tangga mereka bubar.”

 Meski tertentang meyakini, namun sesungguhnya Nitia hanya menebak-nebak saja. Ia harus melakukannya agar Lis tidak semakin menilai dirinya berperilaku janggal.

 “Bukan selingkuh, tapi perilaku Alin. Banyak yang ganjil di mata Wildan.”

 Tak lantas menimpali Nitia malah tertegun.

 “Wildan bercerita, katanya Alin sering lupa akan hal penting yang semestinya hafal di luar kepala. Bayangkan, Alin bisa salah salah masukkan PIN ATM.”

 “Aku dulu juga pernah salah nomor PIN.”

 “Masalahnya nomor PIN-nya sama dengan tanggal pernikahaan mereka.”

 “Kalau itu sih semestinya Alin tak patut salah!”

“Paling parah Alin sampai salah menuliskan nama lengkap suami sendiri, alamat rumah terbaru mereka, bahkan tanggal kelahiran Alin sendiri.”

Kembali Nitia tertegun. Dalam benaknya ia menyebut jika apa yang dialami Alin ternyata memiliki kesamaan dengannya, khususnya dalam mengingat kata sandi sejumlah akun. Sebenarnya dirinya sama sekali tidak lupa, apalagi untuk kata sandi sejumlah akun selalu saja sama. Hanya saja dirinya sukar memahami, dalam satu bulan terakhir ini kata sandi yang tak pernah diganti olehnya itu bisa-bisanya dianggap salah.

Lihat selengkapnya