Rumah Dalam Angan Perempuan

Yuisurma
Chapter #11

Momen Berulang

“Tiaaa ...!”

Suara perempuan yang teramat akrab di telinganya baru saja terdengar kembali, menyapanya lagi dari arah belakang dirinya. Sedangkan Nitia tengah berjalan di koridor Mal usai keluar dari toko sepatu.

Tak lantas menengok ke belakang, Nitia lebih dulu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dirinya, bagaimana mudahnya Lis menemukan dirinya di antara kerumunan para pengunjung mal. Semakin ia percaya jika teman satu ini memang telah dilengkapi radar pencari dirinya.

“Lagi budek ya, aku panggil sekeras mungkin, tapi kamu nengok aja enggak mau!” omel Lis yang tahu-tahu sudah berada di sampingnya. Nitia sendiri cukup menimpalinya lewat menegok ke samping, lantas menyengir.

Sadar jika Lis akan berlama-lama mengobrol dengannya, Nitia memutuskan akan tetap berjalan saja. Tak bakalan ia bersedia duduk di bangku yang tersedia di koridor mal kendati Lis menyarankannya. Dengan mengobrol sambil berjalan Lis diharapkan akan menemukan capai. Apalagi teman satu ini tengah terbebani dengan menenteng banyak paper bag berukuran besar, sementara dirinya cuma satu saja.

“Waaah ... mentang-mentang bakal calon miliarder, saban hari kerjanya belanja melulu.”

“Sampai nyebut-nyebut aku calon miliarder segala, mau pinjam duit ya?”

“Tia, kamu belum dihubungi orang Pertamina?”

“Urusannya apa sampai Pertamina menghubungiku?”

“Pantas kamu langsung fitnah aku mau pinjam duit begitu kusebut calon miliarder.”

Hingga Nitia refleks menghentikan langkah kakinya di koridor mal, begitu Lis kembali menyebutnya calon miliarder. Bukan apa-apa ia merasa sedang mengalami momen yang mengulang. Momen di mana Lis mencegat dirinya sewaktu berada di mal juga, sekaligus mengajaknya mengobrol soal rencana Pertamina yang hendak membeli tanah warga di pesisir Karawang.

Tetapi, mungkin juga Lis hanya tengah lupa. Lis tak ingat jika cerita yang sama pernah dituturkan kepadanya juga sekitar sembilan hari lalu. Kendati demikian Nitia memilih untuk tidak mengingatkan Lis. Ia hanya menunggu saja pernyataan Lis selanjutnya.

“Kerabatku dua hari lalu dihubungi orang Pertamina. Mereka rupanya mau membeli tanahnya yang terletak di pesisir Karawang. Tahu harga yang Pertamina tawar untuk tanahnya, sepuluh milyar rupiah!”

“Waduh, sampai sebesar itu. Memangnya berapa luas tanah kerabatmu?”

“Sekitar setengah hektar.”

“Ya wajar saja segitu harganya, tanahnya luas sekali.”

“Jangan bandingkan dengan tanah di Jakarta! Tanah kerabatku itu di dekat laut, di pesisir Karawang. Kebetulan cuma berjarak empat ratus meter saja dari tanahmu!”

“Pertamina beli tanah di sana buat bikin apa?”

“Ini bagusnya Pertamina, mereka sengaja merahasikan kalau di pesisir Karawang telah ditemukan cekungan minyak. Takut para mafia tanah gentayangan lebih dulu buat beli tanah warga setempat.”

Lihat selengkapnya