RUMAH DI TEPI DANAU

Haris Airlangga
Chapter #12

Kehilangan Sang Mayat

Aku bisa merasakan degup jantungku yang melaju. Keringat dingin mengalir di belakang leher, menuruni punggungku yang memang sudah basah sebelumnya. Sudut mataku mengitari ruangan, mencari-cari benda untuk melindungi diri.

Kursi?

Asbak?

Map?

Gelas?

Gelas bisa jadi pisau jika kupecahkan. Aku dokter bedah, tahu titik terlemah manusia. Memikirkan hal itu, entah kenapa, aku merasa sedikit lebih aman.

Jakob melangkah mendekat.

Aku refleks menjauh.

Menyadari reaksiku Jakob terperangah, lalu menggeleng. “Saya sudah bilang kalau saya minta maaf.”

Aku tak menurunkan kesiagaanku.

“Siang ini, saya mendapat telepon dari seseorang, untuk memeriksa danau. Saat saya tanyakan kenapa, dia tak menjawab dan menutup telepon.”

Aku menebak-nebak arah pembicaraan ini.

“Selama bertugas di sini, adanya kabar untuk memeriksa danau selalu berujung tak baik. Meski baru kali ini pemberitahuan tersebut dilakukan lewat telepon.”

Aku mulai merasa kalau Jakob benar-benar hanya ingin bercerita. Ketegangannya berangsur hilang, dia masih berdiri, tapi dengan kedua tangan tak lagi mengepal. Aku bisa melihat dia memutar-mutar cincin di jari manisnya.

“Lembo yang biasa menghubungi saya dalam kasus sebelumnya. Dia biasa mengurus rumah itu, dan sudah jadi kebiasaannya untuk mengecek kondisi setiap hari jika ada penghuni baru.”

Aku mulai merasa tak nyaman, terbayang Lembo yang sedang mengayuh sampan.

“Tapi karena penasaran, maka saya mendatangi rumah danau. Hampir tengah hari ketika saya sampai di sana. Dokter tidak ada di rumah, saya memastikannya setelah mengetuk berkali-kali. Tapi kemudian saya ingat kalau Lembo menaruh kunci cadangan di pot bunga di depan rumah, maka saya mengambilnya.”

“Hei, Anda tidak bisa masuk seperti itu!” aku menyergah.

Jakob mengangguk. “Saya tahu, karena itu saya mengajak dokter bicara berdua. Agar dokter tidak kaget nantinya.”

Aku makin merasa tak nyaman.

Apa sebenarnya yang ingin dia sampaikan?

“Saya masuk dan mendapati rumah kosong, seperti yang saya katakan tadi. Saya langsung menuju dapur karena saya tahu ada jerambah panjang yang bisa ditempuh dari sana. Saat itulah saya melihatnya.”

“Melihat --- apa?”

Jakob memicingkan mata, sesaat aku merasa dia seperti mengerti jika aku sedang memastikan pertanyaan yang lain.

“Sosok tubuh.”

“Di air?”

Jakob menggeleng. “Di anak tangga.” Wajahnya mengeruh. “Telanjang. Setengah tubuhnya di dalam air.”

Aku tak mengatakan apa-apa.

“Setelah mendekat saya baru bisa mengenalinya. Dia sudah tak bernyawa.”

Aku menarik napas dalam-dalam. Mengeluarkannya perlahan.

Jakob kembali mendekati jendela. Mengintip dari balik kerai. “Sekarang, saya ingin menanyakan beberapa hal kepada dokter.”

Lihat selengkapnya