Rumah Gadang Nek Niam

Annsilly Junisa
Chapter #15

Menilik Masa Lalu

Jakarta, 2024


Seperti biasa, pada pukul setengah dua belas siang, Fitri sudah bertengger di kubikel Orin. Wanita berambut pendek itu sibuk berceloteh soal ragam pilihan menu untuk makan siang mereka di hari itu. Sedangkan Orin sendiri masih sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Pekerjaan Orin masih sangat banyak dan dia mulai khawatir tidak akan bisa menyelesaikannya sebelum pukul lima sore, mengingat setelah istirahat nanti dia memiliki jadwal rapat yang panjang.

“Jadi, mau nasi goreng kambing atau kwetiau?” tanya Fitri, menutup celotehannya soal ragam makanan itu. “Dua-duanya enak dan murah. Kamu pilih yang mana?”

“Yang masaknya paling cepat apa?” tanggap Orin tanpa menolehkan kepala. Dia masih berusaha konsentrasi pada pekerjaannya meskipun sebenarnya perutnya juga sudah lapar. Jika disuruh jujur, dia mau nasi goreng kambing. Tetapi saat ini, efisiensi waktu menjadi prioritas utama.

“Sepertinya kwetiau,” jawab Fitri.

“Ya sudah, kalau begitu kita makan kwetiau saja.”

“Tapi aku mau nasi goreng kambing!”

Kali ini Orin menoleh dengan tatapan tajam. “Kalau begitu, buat apa kamu minta pendapatku? Ternyata sejak awal kamu sudah punya pilihan!”

“Karena aku menghargai pendapatmu.”

“Di mana letak menghargainya? Kamu cuma mau ngobrol.”

“Hehehe….”

“Pekerjaanku masih banyak. Aku tidak bisa meninggalkan kantor lama-lama,” kata Orin kemudian. “Nasi goreng kambingnya antre lama tidak?”

Fitri menaikkan bahu. “Kalau nanti antrenya lama, kamu duluan saja. Biar aku bungkuskan untukmu.”

“Kalau begitu, mengapa aku repot-repot ikut? Kamu bisa pergi sendiri sekarang.”

“Kamu tega melepasku makan siang sendirian?” rengek Fitri.

Orin mendengus. Dia mulai menyimpan dokumen-dokumen yang sedang digarapnya, lalu mematikan layar. “Ya sudah, ayo.”

Senyum Fitri mekar. Dia lekas menggandeng tangan Orin, satu-satunya rekan kantor yang seumuran dengannya itu.

Aroma nasi goreng kambing yang sedang dimasak benar-benar menggugah selera. Orin sampai menelan ludah berkali-kali karena ngiler. Untung saja mereka berangkat sebelum pukul dua belas, sehingga antrean warung makan itu belum mengular. Jika terlambat sedikit saja, bisa-bisa mereka harus menunggu lama untuk mendapatkan seporsi nasi goreng kambing.

“Jadinya kamu mengambil topik apa untuk tugas feature?” tanya Fitri setelah pesanan mereka datang. “Kemarin kan, kamu berkontemplasi lama sekali. Aku jadi penasaran dengan hasil renunganmu.”

“Aku mau menulis soal cara pandang antar generasi terhadap suatu fenomena sosial,” jawab Orin di sela-sela kunyahan. “Oh, dan aku juga akan menulis novel.”

“Hah? Kamu juga mau ambil proyek novel? Tidak hanya feature?”

Orin mengangguk. “Kapan lagi kan, perusahaan memberi kesempatan karyawannya untuk submit karya sendiri.”

Lihat selengkapnya