“Perkenalkan, namaku Kayden. Aku adalah orang yang dijodohkan oleh ayahmu.”
Aku sama sekali tak membaca situasi yang sebenarnya terjadi ruang tamu rumahku. Aku melihat wajahnya. Sangat tampan dan tubuhnya atletis. Sepertinya dia blasteran, rambut pirangnya begitu mencolok sampai-sampai aku salah mengira bahwa dia lebih tua dari umurnya yang mendekati pertengahan dua puluh.
Dia mengenakan setelan jas mahal yang terlihat rapi dipakai bersama dengan jam tangannya yang bermerek. Sepertinya rolex. Sepatunya pun mengkilap, terbuat dari kulit. Cukuran jenggot di wajahnya membuatnya terlihat lebih dewasa dari usianya yang sepertinya cukup muda. Alisnya tebal seperti anjing shiba dan bibirnya bervolume walaupun tidak mengenakan pelembab bibir apapun. Tetapi sayang sekali. Jika aku adalah wanita berotak kosong, saat ini juga aku akan menikahinya.
Benar, dialah orang yang berada di foto ponsel papa ketika tujuh tahun lalu. Hari dimana aku dan kedua orang tuaku sepakat untuk menentukan kehidupan Selena.
Aku berusaha membaca situasi dengan baik. Dengan senyum basa-basi aku menjabat tangannya. “Iya, namaku Stevia.”
“Karena calonnya sudah datang, bagaimana jika kita mulai perjanjian pra nikah nya.” tanya seorang pria gendut berkumis yang sedang menepuk pundak anaknya.
Pria di sebelahnya terlihat memiliki kemiripan yang sama pada warna rambut dan kumisnya yang gondrong. Terdapat tato di pergelangan tangannya. Sama seperti anaknya, dia juga begitu memperhatikan penampilannya. Perbedaanya, pria itu lebih gendut nyaris tanpa leher dan dia mengenakan cincin emas di kelima jarinya.
Pria itu membawa seorang wanita di yang sedang menyandarkan dadanya di bahu pria itu. Karena merasa gatal, pria itu merangkulnya dengan manja kemudian mencium bibirnya. Tepat di pertemuan sakral ini. Benar-benar tak bermoral! Aku berusaha mempertahankan senyumanku, sama seperti seorang wanita jangkung dengan dandanan norak yang sedang duduk di samping Kayden. Berbeda dengan suaminya, wanita itu mengenakan pakaian yang lebih sopan.
Wanita itu bahkan mengenakan sarung tangan putih. Memangnya dia siapa, sang ratu inggris? Dia memiliki mata biru, sama seperti Kayden. Sudah pasti wanita itu adalah ibunya. Benar-benar keluarga yang aneh. Entah mengapa melihat penampilan mereka dari atas sampai bawah membuatku cukup merinding dengan keanehan mereka.
“Stevia, apa kamu keberatan dengan perjanjian yang dilakukan oleh calon tunanganmu?.” tanya papa dengan senyuman miris.
Aku menaikkan alis dan menatap papa dengan tajam. Namun itu hanya sekejap, membuat papa sedikit ketakutan. Benar, hal yang paling ditakutinya saat ini adalah jika aku keberatan dengan perjanjian pra nikah yang mereka tulis untukku. Jika aku protes sedikit saja, mereka takut kehilangan uang yang telah dijanjikan. Tetapi, pada detik ketika aku duduk disini, aku belum melihat ada kertas atau dokumen tentang perjanjian apapun.
“Papa.. boleh aku melihat perjanjian pra nikah nya?” tanyaku dengan tersenyum manis.
Mama kemudian menggenggam tanganku. “Sayang.. Apakah kamu keberatan?”
Ekspresinya sama seperti papa. Ketakutan karena aku akan ikut campur pada proses penulisan perjanjian pra nikah. Sudah begitu jelas sampai membuatku muak menatap mereka.
“Ini adalah pernikahanku. Semuanya harus sempurna. Tidak mungkin aku berbuat kesalahan yang akan kusesali nanti bukan?” Aku menjawab mama dengan senyuman.
Papa dan mama mengalihkan pandangannya. Wajah mereka terlihat berkeringat. Sebegitunya mereka tidak ingin aku ikut campur sehingga mereka bisa berekspresi seperti itu. Selama 22 tahun aku hidup, aku selalu menunduk. Namun kali ini, aku akan mengangkat wajahku dengan tinggi.
“Stevia benar. Ini adalah pernikahan kita. Aku tidak ingin dia menyesal di kemudian hari.” Kayden memperlihatkan sebuah dokumen yang diselipkan di sebuah file terbuat dari kulit dari tasnya.
Dengan lembut, dia meminjamkan pulpennya kepadaku. “Terima kasih.” jawabku.
Aku membacanya. Ternyata benar. Kedua orang tuaku sendiri berusaha menjualku. Lihatlah perjanjian ini. Bahkan keperawananku dijual untuk melahirkan anak dari lelaki yang tak kukenal seharga tiga miliar. Aku tahu dia kaya, tetapi aku tak pernah menyangka bahwa pernikahanku sendiri akan berakhir menjadi sebuah perdagangan. Perjanjian ini jujur saja cukup mencurigakan. Inti dari perjanjian pra nikah itu adalah.
Aku menjatuhkan dokumen perjanjian ke meja kopi dengan kasar. Dengan wajah judes aku bertanya. “Jadi kapan pernikahannya?”
“Tiga tahun dari sekarang.” Pria itu tetap tersenyum walaupun melihat wajahku yang begitu judes setelah menunjukkan ketidasukaan ku pada basa-basi ini.
“Sebenarnya, aku sedikit mengkhawatirkan adikku, Selena. Karena dia adalah tanggung jawabku sebagai seorang kakak.” aku kemudian berkata.
“Bolehkah kita menunggu tujuh tahun lagi? Aku ingin melihat Selena tumbuh sampai dia remaja. Dengan begitu, aku bisa lega meninggalkannya. Bagaimana?”
Lihatlah wajah kedua orang tua yang telah menjualku. Begitu panik sampai membuatku ingin tertawa terbahak-bahak dan mengejek betapa konyolnya wajah mereka. Sebegitunya mereka membutuhkan uang sampai mereka harus menjualku.
Orang tua macam apa yang tega menjual anaknya sendiri?
Permasalahannya, mereka menganggapku sebagai barang yang berguna untuk dijual dan aku menganggap mereka sebagai barang yang harus disingkirkan. Jadi semuanya impas. Aku adalah anak durhaka dan aku tak keberatan jika ada yang memanggilku seperti itu. Pernikahan ini justru adalah tiket untuk pergi dari rumah terkutuk itu. Asalkan Selena bisa bahagia, aku tak perduli apa yang akan terjadi denganku.
Aku bukanlah anak remaja tak berdaya yang harus berlutut dan memohon perlindungan mereka demi adikku. Sekarang keadaannya berbalik. Sudah menjadi giliran mereka untuk berlutut kepadaku dan memohon untuk menyetujui negosiasi perdagangan mereka.
Pria itu diluar dugaan menjawab dengan cepat.
“Boleh. Kalau begitu silahkan tanda tangan.”
Dengan menggunakan pulpen miliknya, aku menandatangani perjanjian itu dan dia juga menandatanganinya bersamaan dengan stempel keluarganya. Aku tak mengenalnya, dia juga tak mengenaliku. Setiap urusan manusia pasti ada alasan tersendiri mengapa seorang pria kaya yang nyaris sempurna bisa datang ke rumahku dan melamarku seperti itu. Tetapi pernikahanku akan diadakan tujuh tahun lagi, dia tidak protes dan tetap akan menungguku.
Namun jika aku mengetahui tentang rahasia kelamnya, seharusnya aku menolak pernikahan ini dari awal. Dengan begitu, kita berdua akan menjalani kehidupan masing-masing tanpa harus menggunakan topeng demi melindungi harga diri kita.
Saat itu aku sangat putus asa menemukan cara untuk pergi dari rumah terkutuk itu dengan membawa Selena. Tetapi ini adalah perjanjian. Asalkan aku menikah dengannya, Selena akan bebas. Pernikahan adalah perdagangan. Itulah cerita tentang keluargaku.
* * *
Semenjak hari itu, aku bekerja di sebuah firma hukum untuk menyewa sebuah apartemen kecil. Cukup kecil tetapi Selena bisa memiliki kamarnya sendiri dan dia bahagia untuk berada di sekolah barunya. Sesuai perjanjian, aku lah yang sebagai kakak harus membayar semua biaya pendidikan maupun kebutuhan Selena. Aku tak pernah mendengar kabar kedua orang tuaku semenjak kami pindah ke apartemen. Sepertinya mereka sedang sibuk berfoya-foya dengan menggunakan pendapatan hasil perdagangan setelah menjual anaknya sendiri. Aku tak akan mengomentari seperti apa kehidupan mereka yang menyedihkan. Apa yang ingin kulakukan, aku akan lakukan sekarang, sehingga ketika aku meninggalkannya, aku tak akan menyesal.
Kehidupan selama tujuh tahun cukup singkat. Aku melihat Selena mengenakan seragam sekolah dasar dan melambaikan tangannya padaku. Bahkan tas ranselnya jauh lebih besar daripada tinggi tubuhnya yang sangat mungil. Terkadang banyak yang mengira aku adalah ibunya. Karena Selena terlihat sangat menyayangiku ketika aku menjemputnya di sekolahnya. Mungkin karena, aku membesarkan Selena semenjak dia masih kecil sehingga dia sangat bergantung denganku.
Aku berharap, aku bisa menjadi tamu kehormatan Selena ketika nantinya dia akan menikah. Tetapi sayang sekali, aku harus pergi sebelum hari yang membahagiakan itu datang.