Blurb
"Hello, Mommy," suara bas laki-laki di seberang telepon membuat perempuan berusia 26 tahun itu semringah.
"Hello, Daddy," sapanya seraya mengusap perut yang membuncit. "Kalau masih empat bulan udah panggil Mommy dam Daddy pamali nggak, sih?" tanyanya seraya mengaduk susu hamil yang baru saja ia seduh.
Dari seberang ia mendengar suara suaminya tertawa. "Nggak usah parnoan gitu. Oh, iya, aku tadi beli baju calon bayi kita. Lucu deh. Warnanya biru. Universal lah. Cocok buat cowok sama cewek."
Bersamaan dengan itu suara klakson berderang nyaring di telinganya dari seberang telepon. Calon ibu muda itu tidak jadi melanjutkan ritual kehamilan.
"Kamu masih nyetir?" Ia menurunkan gelas yang tadinya nyaris mengenai sudut bibir. "Kamu tuh kalau lagi nyetir jangan nelepon, matiin buruan."
Suara klakson bersaut-sautan membuatnya susah menangkap suaminya. "Iya, ada pengendara motor yang trek-trekan di jalan. Dari tadi aku klakson nggak mau minggir. Mereka kayaknya lagi atraksi. Eh, halo. . . ." Suara klakson bersaut-sautan membuat Sara susah menangkap suara suaminya.
Hatinya berdesir. Entah kenapa setiap klakson yang berbunyi seolah menyakiti relung hatinya, bukan hanya telinganya.
"Iya udah kamu hati-hati—"
"Iy—AH! Berengsek! AAAGGHHH!"
CIIIITTT! BRAAAKKKK! BAMMM!
Suara dentuman begitu jelas terdengar dari seberang telepon.
Perempuan yang tengah mengandung buah cintanya selama empat bulan itu tercekat di tempatnya berdiri. Sekujur tubuhnya bergetar hebat kala bunyi dentuman keras mengenai pendengarannya. Ia ketakutan.
Tut. . . tut. . . tut. . . !
"FABIAAAAANNNN!!!"
***