Tiba di rumah, Valentina langsung ke kamar mandi untuk mencoba pemulas matanya. Sementara itu, Hilda membantu Justin menata belanjaan ke lemari dapur. Justin ingin memanggang daging Tomahawk itu langsung pada makan siang hari berikutnya, jadi dia menyimpannya di lemari pendingin sebelah atas, bukan di bagian pembeku. Untuk makan malam, Justin minta Hilda membuatkan pasta.
“Aku ke kamar dulu. Aku butuh menghubungi Heru,” kata Hilda.
“Kenapa harus ke kamar? Kau bisa menghubungi Heru sambil duduk di sini denganku.” Justin saat itu sudah kembali ke posisi favoritnya di depan televisi. Dia meraih remot dan mulai memilih-milih tontonan. Justin menghentikan pencarian pada pemutaran sebuah film perang.
“Ada yang perlu kuambil.”
“Ya, sudah. Lekas kembali begitu selesai.” Justin lalu menekan satu tombol dan memilih opsi PUTAR.
Hilda ke lantai atas, menghampiri lemari pakaian di kamar. Di sisi yang telah menjadi jatahnya, ada sebuah laci berkunci. Kekacauan dengan Justin mesti dibereskan segera. Hilda harus secepatnya menghubungi Heru sebelum hari menjadi terlalu malam di Indonesia.
Hilda mengeluarkan gantungan kunci dari kantong jaket sebelah kanan, kemudian membuka laci. Sebuah tas persegi empat berbahan plastik dia tarik dari situ dan bawa ke tempat tidur. Sambil melakukannya, Hilda duduk di tepi ranjang, merancang detail-detail rencana di dalam kepala.
Ternyata, saat dia membuka map, yang dia cari tak ada lagi di sana! Paspornya juga hilang!
Jantung Hilda langsung berdebar kencang. Saat itu juga, dia yakin 100%, dompetnya bukan jatuh ataupun dicopet orang.
Hilda termangu. Bagaimana sekarang?
Dengan kehilangan dompet, Hilda telah sekaligus kehilangan akses pada kemudahan membayar dan menarik uang. Padahal, dia sudah berencana membeli tiket diam-diam dan pulang ke Indonesia. Ada sesuatu yang tak beres pada laki-laki itu. Hilda tak lagi ragu.
Dana yang ada di dalam rekeningnya memang tidak cukup untuk mengongkosi tiket penerbangan internasional. Namun dia bisa meminjam kekurangannya ke beberapa orang. Yang terpenting, dia secepatnya pergi dari rumah Justin dan meninggalkan Belgia.
Tadinya, setelah dompet pemberian Heru hilang, Hilda hendak meminta Heru mengirim uang melalui layanan swasta. Hilda nanti bisa menerima uang itu dengan mengisi blangko dan menunjukkan paspor sebagai bukti identitas penerima. Meskipun dia belum tahu di mana letak layanan semacam itu, bagaimana cara ke sana, atau bahkan apakah layanan semacam itu ada di kota tersebut, tetapi paling tidak, dia punya rencana. Rencana membuatnya merasa berdaya, bertenaga.
Tanpa paspor, dia cuma hantu. Jane Doe. Perempuan asing tanpa petunjuk.
Kepada siapa dia bisa meminta bantuan? Siapa yang bisa dia percaya? Lebih tepatnya, siapa yang akan percaya kepadanya? Pasangan Leman, Simon dan Camille? Elsbeth? Baru mereka yang dia kenal. Pasangan Rasheed, pemilik toko kebab, sudah tak masuk hitungannya sedari awal.