Mendengar lokasi tujuan kedua petugas polisi, Hilda langsung memajukan badan dan memprotes.
“Kita akan ke rumah Justin!?”
“Harus,” sahut Felicia Schmitz.
“Tapi aku baru saja melarikan diri dari dia! Masa kalian akan membawaku kembali ke sana?”
Reaksi Felicia Schmitz dan Mitch Meyer membuat Hilda tersadar bahwa dia telah kelepasan bicara. Kepada rekannya, Felicia Schmitz melempar tatapan semacam: Benar, kan, apa yang kubilang?
Hilda langsung bungkam. Dia kembali bersandar di bangku belakang. Sementara itu, kedua penegak hukum berkomunikasi tanpa kata.
“Jadi kau sebenarnya melarikan diri,” komentar Felicia Schmitz.
Hilda tidak mengonfirmasi pernyataan tersebut.
“Apa yang sebenarnya terjadi, Hilda? Boleh aku memanggilmu Hilda saja?”
Hilda tetap bungkam, membuang muka, memandang ke kegelapan di luar jendela.
“Kau punya lebam di wajah pada kali pertama kami dipanggil ke Kebab Habibti. Sekarang malah kau punya beberapa luka gores juga. Jangan mengira aku tidak memperhatikan. Apakah kau punya lebam di tempat lain lagi?”
Hilda mengunci bibir.
“Coba ceritakan sejujurnya, apa yang dia lakukan kepadamu? Urusanmu pasti dengan si calon suami, kan, bukan dengan pasangan pemilik restoran kebab? Eh, siapa nama laki-laki itu? Aku lupa.”
Hening. Hanya derum halus mesin mobil patroli serta bunyi kaki dan tangan Mitch Meyer menangani persneling, pedal gas, rem, dan kopling. Selama itu, Mitch membiarkan partnernya memimpin pembicaraan. Namun, melihat Hilda berkeras kepala tak hendak memberi jawaban, akhirnya polisi pria itu yang menyahut. “Justin. Justin Dumont. Aku ingat karena namanya sama dengan penyanyi favorit adik perempuanku dan marganya mirip biskuit mentega kesukaanku.”
Felicia Schmitz mendengus. Geli. Lalu, dia segera mengejar informasi lagi, “Tidak ada yang perlu kau takutkan, Hilda. Kau sudah bersama kami sekarang. Biarkan kami membantu. Kau melarikan diri atau bukan, bagiku dan Mitch, jelas sekali ada urusan tidak menyenangkan terjadi di antara kau dan Justin. Karena itulah kau tidak mau kembali ke sana, ‘kan? Beri tahu kami kalau begitu, apa yang terjadi? Bantu kami menjerat orang ini dengan hukum yang berlaku. Jangan sampai dia melakukan hal yang sama kepada perempuan lain lagi.”
Dan itulah masalahnya, pikir Hilda muram. Dia tidak boleh membiarkan Justin terjerat hukum. Bagaimana nanti perasaan Valentina kalau ayahnya masuk penjara atas tuduhan penganiayaan?