Bunyi arloji Hilda Widyatama memecah keheningan tepat saat Mitch Meyer tampak berjalan keluar dari bangunan rumah pantai beraneka warna. Felicia Schmitz beringsut dari posisi menghadap jendela. Pundak polisi wanita itu tak lagi sekaku sebelumnya.
Selagi Mitch melintasi pagar tanaman yang membatasi bangunan rumah Justin dan Hotel Seaside, Hilda mengecek jam tangan. Pukul empat pagi. Siapa sangka, keseluruhan saga pelariannya telah memakan waktu satu jam.
Makin dekat Mitch ke lampu jalan, makin jelas bagi kedua perempuan yang menunggu di mobil bahwa dia membawa dua tentengan.
“Apa itu? Kantong sampah?” Felicia Schmitz refleks berkomentar. Dia mendekatkan wajah ke kaca jendela pengemudi agar bisa melihat dengan lebih jelas.
Dari kursi belakang, Hilda menyipitkan mata dalam upaya melakukan hal yang sama. “Sepertinya begitu,” komentar Hilda waktu Mitch menyeberangi jalan menuju mobil.
Mitch Meyer tiba. Dia membuka pintu belakang dan menaruh kedua kantong hitam ke jok yang diduduki Hilda. Pria itu tidak memberi penjelasan apa pun sampai dia naik ke balik setir di kursi depan. Selama proses tersebut, Felicia Schmitz menunggu dengan cukup sabar. Namun, begitu rekannya menutup pintu mobil, Felicia langsung menuntut jawaban dengan menaikkan dua alis. Mitch Meyer menyalakan mesin sambil tertawa.
“Si bangsat itu tak mau repot. Dia mengumpulkan semua barang Hilda ke dalam dua kantong sampah. Semua campur aduk. Sepertinya, aku bahkan melihat dia melemparkan beberapa pasang sepatu ke kantong berisi pakaian. Maaf, Hilda.”
Hilda memaksakan sebuah senyum. Dia hanya ingin lekas pergi dari situ. “Tidak apa-apa. Masih untung dia membiarkanmu mengambil barang-barangku.”
Mitch memutar setir dan membawa mobil meninggalkan kawasan Hotel Seaside. Hilda menyibukkan diri mengintip isi kantong terdekat. Dia merasa seseorang sedang memperhatikannya. Namun, Hilda tidak berani menoleh ke kiri untuk memastikan. Itu pasti Justin berdiri di teras mengawasi kepergian mereka.
“Apa katanya waktu kau datang?” Felicia Schmitz bertanya kepada sang rekan.
“Dia mengaku tidak mendengar apa pun waktu Hilda pergi. Katanya, dia waktu itu sudah tidur di lantai atas.”
Felicia melirik Hilda melalui spion dalam. Hilda berlagak tak tahu-menahu.
“Waktu kuingatkan bahwa dia tercatat bertanggung jawab atas segala keperluan Hilda selama di Belgia, dia memberi 15 Euro untuk biaya jalan dari sini sampai ke kedutaan di Brussel sana. Nanti kuberikan waktu kita sudah di kantor, ya.”
“Hanya ongkos kereta ke Brussel? Lalu bagaimana dengan tiket pesawat Hilda?” Rambut ekor kuda Felicia mengibas udara seketika dia menoleh ke Mitch Meyer yang bercerita sambil berkendara.
“Aku tidak bisa menekan lebih jauh lagi. Katanya, memang hanya itu yang dia punya di dompet waktu aku datang.”
“Laki-laki berengsek itu.” Dari samping, wajah cantik Felicia Schmitz terlihat menyala-nyala.
“Oh, ya, Hilda, hati-hati, di salah satu kantong ada laptopmu." Mitch menambahkan.