Rumah Pantai

Ishmaly Hana Hamdi
Chapter #21

21. MASA ITU

Bunyi arloji Hilda Widyatama memecah keheningan tepat saat sosok Mitch Meyer muncul lagi di pintu masuk bangunan rumah pantai beraneka warna. Felicia Schmitz beringsut dari posisi menghadap jendela. Pundak polisi wanita itu tak lagi sekaku sebelumnya.

Mitch berjalan melintasi pagar tanaman yang membatasi Hotel Seaside dan bangunan rumah Justin. Hilda mengecek jam tangan. Pukul empat pagi. Siapa sangka, keseluruhan saga pelariannya telah memakan waktu satu jam.

Makin dekat Mitch ke lampu jalan, makin jelas bagi kedua perempuan yang menunggu di mobil bahwa dia membawa dua tentengan.

“Apa itu? Kantong sampah?” Felicia Schmitz refleks berkomentar. Dia mendekatkan wajah ke kaca jendela pengemudi agar bisa melihat dengan lebih jelas.

Dari kursi belakang, Hilda menyipitkan mata dalam upaya melakukan hal yang sama. Mitch Meyer saat itu sudah sedang menyeberangi jalan. “Sepertinya begitu.”

Mitch tiba. Dia membuka pintu tengah dan menaruh kedua kantong hitam ke jok yang diduduki Hilda. Dia tidak memberi penjelasan apa pun sampai naik ke balik setir di kursi depan. Selama proses tersebut, Felicia Schmitz menunggu dengan cukup sabar. Akan tetapi, begitu rekannya menutup pintu mobil, Felicia langsung menuntut jawaban dengan menaikkan dua alis. Mitch menyalakan mesin sambil tertawa.

“Si bangsat itu tak mau repot. Dia mengumpulkan semua barang Hilda ke dalam dua kantong sampah. Semua campur aduk di sana. Sepertinya, aku bahkan melihat dia melemparkan beberapa pasang sepatu ke kantong berisi pakaian. Maaf, Hilda.”

Hilda memaksakan sebuah senyum. Dia hanya ingin lekas pergi dari situ. “Tidak apa-apa. Masih untung dia membiarkanmu mengambil barang-barangku.”

Mitch memutar setir dan menyiapkan mobil meninggalkan kawasan Hotel Seaside. Hilda menyibukkan diri mengintip isi kantong terdekat. Dia merasa seseorang sedang memperhatikannya. Hilda tidak berani menoleh ke kiri untuk memastikan. Itu pasti Justin berdiri di teras mengawasi kepergian mereka.

“Apa katanya waktu kau datang?” Felicia Schmitz bertanya.

“Dia mengaku tidak mendengar apa pun waktu Hilda pergi. Katanya, dia waktu itu sudah tidur di lantai atas.”

Felicia melirik Hilda melalui spion dalam. Hilda berlagak tak tahu-menahu.

“Sempat kuingatkan bahwa dia tercatat bertanggung jawab atas segala keperluan Hilda selama di Belgia. Tapi dia hanya memberi 15 Euro untuk biaya jalan dari sini sampai ke kedutaan di Brussel sana. Nanti kuberikan waktu kita sudah di kantor, ya, Hilda.”

“Hanya ongkos kereta ke Brussel? Lalu bagaimana dengan tiket pesawat Hilda?” Rambut ekor kuda Felicia mengibas udara.

“Aku tidak bisa menekan lebih jauh lagi. Katanya, memang hanya itu yang dia punya di dompet waktu aku datang.”

“Laki-laki berengsek!” Dari samping, wajah cantik Felicia Schmitz terlihat menyala-nyala.

“Oh, ya, Hilda, hati-hati, di salah satu kantong ada laptopmu." Mitch menambahkan.

Lihat selengkapnya