Pada Januari 2024, Hilda menerima surat perkembangan penyidikan perkara. Namun di samping pemberitahuan resmi tersebut, Kombes Hidayat Syarifullah juga mengiriminya pesan pribadi. Hilda diminta datang, satu kali lagi, ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
“Justin Dumont sudah ditemukan, Mbak.” Kombes Hidayat mengumumkan begitu Hilda tiba di ruangan. AKP Yudha Hermawan berdiri di balik punggung sang atasan dengan sikap istirahat di tempat.
Hilda duduk sembari berterima kasih kepada Brigadir Rivo Simanjuntak yang menarikkan kursi untuknya. Ransel yang dia bawa, Hilda letakkan di kursi sebelah.
“Bersembunyi di mana dia ternyata?” tanya Hilda. Sejak kedatangan terakhirnya ke Bareskrim, para penyidik menanggalkan formalitas mereka dan tidak lagi menyapa Hilda dengan panggilan Ibu, melainkan Mbak.
Brigadir Rivo Simanjuntak sementara itu sudah mundur ke dinding samping dan mengambil sikap yang sama dengan AKP Yudha Hermawan.
“Seperti dugaan Mbak tempo hari, urusan ini memang ternyata ada hubungannya dengan adik Justin.”
“Oh, benar?”
“Iya. Berkat keterangan Mbak Hilda soal kepemilikan rumah Justin, polisi jadi punya perspektif baru mengenai hubungan kedua adik-beradik. Itu jadi dasar yang cukup untuk melakukan pemeriksaan atas aset-aset serta rekening pribadi Jayden Dumont. Benar yang Mbak bilang. Untuk suatu hubungan persaudaraan yang bisa meminjamkan rumah di kawasan wisata secara gratis, memang aneh bahwa saudara sedekat itu justru tidak pernah diperkenalkan kepada calon istri.”
“Mengenai alasannya, saya belum paham, sih, Pak.”
“Akan jelas begitu Mbak tahu keseluruhan cerita.”
Hilda merengut. “Baiklah. Jadi, apa ternyata andil Jayden dalam kasus ini?”
“Oh, banyak. Mulai dari menyediakan rumah, sampai menyediakan tempat persembunyian. Jejak Justin akhirnya polisi temukan di gudang milik pasangan pengelola restoran kebab.”
“Gudang Pasangan Rasheed? Gudang apa?”
“Sayangnya,” Kombes Hidayat memotong tanpa menjawab. “sebelum polisi sampai ke sana, Justin sudah dipindahkan ke tempat lain.”
“Eh?” Hilda mengira wajah cerah Kombes Hidayat di awal pertemuan bermakna kabar baik.
“Oh, tidak. Justin lalu ditemukan. Hasil akhirnya tetap.” Si Kombes tampak geli melihat Hilda kecewa.
Hilda mulai hilang sabar. Kombes Hidayat terlalu banyak tersenyum.
“Penjual kebab itu yang akhirnya mengaku.”
“Roshan atau Safeea?”
“Yang laki-laki.”
“Oh, Roshan.”
“Betul."
“Eh, tunggu, tunggu, tunggu. Tadi Pak Hidayat sedang bercerita soal Jayden. Kenapa sekarang jadi soal Roshan?”
“Ya, ini berhubungan. Urusan Justin dan Jayden ini tumpang tindih dengan urusan Pasangan Rasheed dan Leman.”
Hilda geleng-geleng kepala. Kerut di dahinya bertambah dalam. “Bingung saya. Bapak ceritakan saja.”
Kombes Hidayat tertawa diikuti kedua anak buahnya.
“Begini. Kita mulai dari awal, ya. Jadi, saat dompet Mbak Hilda ditemukan di lokasi pembunuhan dan nama Mbak muncul di laporan patroli beberapa bulan sebelumnya, nama Pasangan Rasheed dan Pasangan Leman otomatis muncul juga. Safeea Rasheed sebagai pelapor. Suaminya pemilik lokasi kejadian. Simon dan Camille Leman sebagai saksi.”
Hilda mengangguk, tetapi mimiknya mengeras terkenang pengkhianatan Simon dan Camille, serta pembelaan membabi-buta Safeea atas Justin.
“Karena Mbak Hilda tidak ditemukan, dugaan bergeser ke orang yang punya akses terhadap dompet Mbak Hilda, yang sidik jari dan jejak DNA-nya justru ditemukan di tempat kejadian perkara.”
“Yaitu Justin?”
“Yaitu Justin. Nama Mbak Hilda sendiri segera tercoret dari daftar tersangka karena terbukti tidak ada di Belgia saat kejadian si perawat dan tetangganya.”
Hilda manggut-manggut. Raut masamnya dia pertahankan karena teringat BAP jebakan yang harus dia jalani sebelumnya.
“Waktu keempat orang ini dimintai keterangan sebagai pihak-pihak yang mengenal dan sepertinya berkawan dekat dengan Justin, awalnya, mereka semua mengaku tidak tahu-menahu mengenai perbuatan maupun keberadaan laki-laki itu.”
“Awalnya.”
“Ya, awalnya saja.” Kombes Hidayat membenarkan. “Tapi, justru berdasarkan fakta-fakta kasus Mbak Hilda, polisi mulai mencermati lebih dalam pergerakan Pasangan Rasheed dan Pasangan Leman, mencocokkannya dengan pergerakan Justin Dumont. Sepertinya, pada sekitar masa itulah mereka lekas-lekas memindahkan Justin.”
“Mereka itu siapa? Memindahkan Justin dari mana ke mana?”
“Kan, saya bilang awalnya Justin disembunyikan di gudang Pasangan Rasheed.”
“Dan itu di mana?”
“Tidak begitu jauh dari Kebab Habibti. Pasangan Rasheed punya bangunan sewaan kedua karena di tempat yang mereka pakai sebagai restoran tidak ada cukup ruangan untuk menampung stok bahan makanan dan minuman. Bangunan yang jadi restoran itu hanya bagus karena berlokasi di dekat pantai.”
“Lalu Justin dipindahkan ke mana?”
“Sabar.” Senyum Kombes Hidayat menyimpul. “Selain memeriksa kedua pasangan teman dekat Justin itu, polisi mengecek juga alibi mantan istri dan anaknya. Tapi Isabelle Janssen ternyata sedang di Belanda untuk merayakan natal bersama pacar barunya. Anak perempuannya ada bersama mereka. Maka, polisi melacak anggota keluarga yang diketahui, yaitu Jayden. Sesuai latar pekerjaannya, polisi menyusuri semua lokasi properti yang sempat Jayden Dumont tangani.”