RUMAH REOT (Cita-cita dalam angan)

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #3

Hari yang Kacau

"Horeee ... Ibu pulang. Yee ... enak, nih. Ibuuu," sambut Rimba dan Narnia, sembari mengikuti Guntur membuka pintu.


Ibu mereka pingsan setelah pintu dibuka. Wajahnya kusut, rambutnya acak-acakan, tubuhnya terlihat lemas. Ketiga bocah itu menangis meneriaki ibu mereka. Anak sulung dari keluarga itu memanggil tetangganya agar datang membantu.


"Toloooong, toloooong, toloooong," teriak Guntur histeris.


Tidak satu pun tetangga yang datang karena hari menghampiri maghrib. Sementara Narnia dan Rimba menggoyang tuhuh ibu mereka agar sadarkan diri. Rimba merapikan rambut ibunya ke belakang kepala agar terlihat jelas. Guntur mengambil segelas air untuk dipercikkan ke wajah ibunya. Anak laki-laki itu mengetahui cara tersebut dari ibunya sewaktu ayah mereka tidak sadarkan diri karena kelelahan.


Dengan mengucap kata bismillah, dia memercikkan air tersebut sebanyak tiga kali. Belum juga sadarkan diri. Dicoba berulang kali dengan hati-hati, tapi tidak juga bisa membuat ibunya sadar. Narnia dan Rimba tetap memanggil ibu mereka sambil menangis.


Azan berkumandang, pak kadus pergi ke masjid melewati rumah mereka. Entah kenapa pandangan mata Beliau menuju ke arah suara ramai. Langkah kaki yang masih terlihat kuat, menghampiri tempat itu.


"Lah, ada apa ini, Guntur? Kenapa dengan ibumu?" Pertanyaan pak kadus mengagetkan mereka bertiga.


"Enggak tau, Pak. Tadi pas buka pintu, ibu sudah jatuh di sini." Guntur menjelaskan dengan suara gemetar.


"Mari saya bantu mengangkat I mmbumu." Karena tubuhnya yang lumayan berat, pak kadus menyuruh Guntur untuk memanggil tiga orang tetangganya.


Guntur berlari dengan sekuat tenaga. Narnia dan Rimba terus menangis dengan tersedu-sedu. Mereka khawatir bila ibunya tidak lagi bernapas.


"Ada apa, Pak?" Guntur datang bersama beberapa tetangga.


"Bantu angkat dulu. Saya juga kurang tau apa yang terjadi sebenarnya," sahut pak kadus.


Tubuh Bu Hartina sudah berada di atas kasur yang ada di lantai. Pak kadus meminta seorang wanita dari mereka untuk memercikkan air. Tidak sampai lima menit, akhirnya ibu ketiga bocah itu siuman. Betapa senangnya anak-anak itu melihat ibu mereka kembali membuka mata.


"Apa yang terjadi, Har?" tanya pak kadus, dia membatalkan niatnya ke masjid karena kasihan dengan ketiga anak tersebut.


"Fe-Ferdi, Pak. Dia menyiksa saya di jalan dengan beberapa tamparan, waktu mau pulang ke sini." Ibu Guntur merasakan sakit di bagian kepala.


"Apa? Sampah masyarakat itu berani menyiksa kamu? Kurang ajar sekali dia!" marah pak kadus. Empat orang tetangga hanya diam menyimak pembicaraan.


"I-iya, Pak. Kemarin dia meminta saya untuk mencari pinjaman ke rumah Bapak. Tapi saya mengabaikannya, meski dengan ancaman. Manalah saya mau, Pak. Karena nggak bakalan dia bayar. Kalau bayarnya pakai uang saya, mau dari mana? Beli beras aja susah." Hartina mengeluh.


"Saya yakin, besok akan dia ulangi jika tetap tidak ada yang dia inginkan, Pak kadus," ucap seseorang dari mereka.


Pak kadus mengangguk tanda mengerti. Tidak percaya atas apa yang dilakukan Ferdi pada keluarga yang seharusnya dibantu. Ini malah memeras.


"Emangnya, kalian ada hubungan apa sama Ferdi?" Pak kadus memastikan apakah ada hubungan pribadi.


"Enggak ada, Pak. Hanya saja dia selalu menggoda saya dan ngajak nikah. Mana saya mau, Pak."

Lihat selengkapnya