RUMAH REOT (Cita-cita dalam angan)

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #5

Secercah Harapan

Rasa bahagia hadir diiringi dengan senyuman yang tidak tertahan. Wajahnya tampak ceria sekali. Meski belum tahu isi amplop tersebut, tapi bocah itu punya firasat kalau ini tentang masa depannya.


Dia pandangi dirinya sendiri dengan menggunakan baju, sepatu, dasi, topi, kaus kaki yang serba baru di depan cermin dalam kelas. Lalu berdiri tegak seolah sedang melaksanakan upacara. Guntur merasa gagah dengan seragam sekolah yang dikenakan.


Sekitar dua puluh meter dari rumah, Guntur berlari menuju rumahnya yang penuh dengan lubang dinding. Papan penghalang rumah juga sebagian sudah dimakan komes (binatang yang biasa menggigit kayu hingga rusak dan lapuk menjadi butiran).


"Bu, ibu ...," panggilnya dengan hati bangga.


Narnia dan adiknya Rimba berlari ke pintu. Mereka berdua heran dengan tingkah abangnya hari ini. Melihat Abang mereka melepaskan senyuman, kedua adiknya juga ikut manyun. Padahal tidak tahu apa sebabnya.


"Ibu, Bu ... di mana?"


"Ibu pergi, Bang. Tadi diajak sama ibu-ibu di kampung kita. Nggak tau ngapain," ucap Narnia, sembari memegang tangan Rimba.


Guntur tidak merasa kecewa karena semangatnya untuk menunjukkan amplop itu. Dia yakin ibunya baik-baik saja. Tiba-tiba Ferdi datang mengagetkan mereka.


"Woy! Mana ibu kalian!" Nada pertanyaannya memaksa untuk dijawab. Ferdi menendang pintu rumah yang sudah lapuk.


"Ada apa lagi, sih, Oom?! Nggak ada puas-puasnya, ya, untuk nyakitin orang. Beraninya sama anak kecil!" bentak Guntur, lagaknya orang besar. Sepertinya kesabaran Guntur hampir habis dimakan kebencian.


Jiwa Guntur yang lembut, kini tertantang untuk bersikap kasar atas perlakuan Ferdi. Dia yakin kalau dirinya bisa menjadi orang yang disegani. Tidak akan pernah menyakiti hati siapa pun. Terlebih pada ibunya.


"Berani kau menantangku, ya! Siapa yang ngajarin!"


"Tidak ada guru untuk berbuat kejahatan, Oom. Hanya saja semua itu terjadi karena ulah seseorang. Sering disakiti tanpa sebab. Dan itu adalah Oom sendiri! Apa nggak malu, punya sifat seperti orang gila!"


"Ini anak tidak punya etika sama orang tua!" Ferdi bersegera melayangkan tangannya ke wajah Guntur.


Sebelum tangannya sampai ke wajah Guntur, seseorang memukul kepalanya dengan kayu palang jendela. Tanpa menunggu waktu lama, lelaki itu jatuh ke lantai dengan tidak sadarkan diri.

Lihat selengkapnya