Sebelum subuh, ibunya menggoreng ubi dan pisang tanpa tepung. Dia mengambilnya kemarin sore dari kebun sebelah rumah. Kebetulan buah pisang telah matang dalam karung, setelah disimpan selama empat hari.
Untuk sarapan pagi, dia hidangkan yang digoreng tadi. Lalu menyuguhkan air hangat agar tidak masuk angin. Sudah lama mereka tidak menikmati teh manis. Berhubung harga gula selalu naik. Lebih baik membeli minyak goreng saja untuk kebutuhan dapur.
"Bu, aku udah siap, nih. Sarapan dulu, ya." Guntur sudah rapi dengan seragamnya.
"Ibu hanya masak ini aja, Nak. Nggak pa-pa, ya?" ucap ibunya dengan hati-hati.
"Ih, enak banget ini. Lagian Ibu sudah lama nggak buat gini. Yuk, makan, Dik," ajaknya pada kedua adiknya. Guntur tidak ingin menyakiti hati ibunya. Apa pun yang dihidangkan, akan selalu dipuji demi menyenangkan hati wanita yang dia cintai.
Narnia dan Rimba ikut menikmati makanan itu bersama abang mereka. Ibu yang merasa bersalah pada anaknya, memandangi ketiga bocah kecil itu. Lalu ikut menikmati juga. Meski memberikan senyuman, tetapi hatinya terenyuh melihat keadaan mereka saat ini.
***
"Setiap manusia pasti punya kesalahan. Pun begitu, kesalahan itu masih bisa dimaafkan oleh Allah SWT. Sebab taubat adalah jalan terbaik menebus dosa. Maka, sejak kecil biasakan berbuat baik. Agar apa? Agar hidup dan matimu selalu diridai oleh al ...." Bu guru menghentikan ucapannya sejenak agar disambung muridnya.
"Allah SWT," jawab murid kelas empat serempak.
"Bagus. Semoga kita termasuk orang-orang yang dicintai oleh Allah SWT. Baiklah, silakan pulang ke rumah. Jangan lupa untuk pelajaran hari ini dibaca kembali. Kalau bisa diamalkan. Paham?"
"Paham Ibu ...," jawab mereka serempak.
Setelah bu guru keluar kelas, nak-anak bersorak gembira karena hendak pulang. Guntur cepat-cepat menuju rumah. Perut lapar tidak bisa lagi ditahan. Sejak pagi hingga siang belum berisi makanan secuil pun, kecuali sarapan. Guntur tidak pernah membawa uang jajan setelah kembali ke bangku sekolah.
Tanpa mengucapkan salam, dia menuju dapur setelah membuka sepatu. Tudung saji di atas meja dibuka dengan semangat. Seketika wajahnya murung saat melihat isinya. Makanan yang tersisa hanya ikan teri sambal. Itu pun tinggal sedikit lagi. Bisalah untuk Narnia dan Rimba.
'Biarlah nggak pakai lauk. Nasi aja cukup,' pikirnya.
Dia ambil piring, lalu menuju kompor, di atasnya diletakkan dandang tempat nasi dimasak. Hatinya semakin perih saat melihat nasi juga tinggal sedikit lagi. Kalau dimakan, bagaimana dengan kedua adiknya? Akhirnya dia mengurungkan niatnya untuk mengisi perut.
Perutnya semakin sakit. Segelas air putih hangat diminum sebagai pengganjal lapar. Untuk menghibur diri, barang bekas yang belum sempat dirapikan sejak kemarin, saatnya dikerjakan. Biar bisa dijual untuk membeli beras.
'Aku ganti baju dulu. Sayang bajuku kalau kotor kena debu,' batinnya.
Saat hendak memulai merapikan barang bekas, adik sulungnya datang menghampiri dan memegang bahunya.
"Bang, aku laper," ucap Rimba mengadu pada abangnya.
"Bentar, ya, Dik. Abang cuci tangan dulu," sahutnya sambil berdiri. "Oya, mana Kak Narnia? Panggil ke mari, biar Abang suapi."
Jika nasi tinggal sedikit, Guntur menyuapi mereka agar nasi tidak ada yang tersisa atau terbuang ke lantai. Baginya, sebutir nasi sangat berharga.
Guntur mencuci tangan, lalu mengambil piring beserta isinya. Rimba berlari ke arah Guntur bersama kakaknya. Terpancar rasa bahagia dari wajah kedua adiknya.