Tidak sabar untuk menanyakan dari mana Guntur, Beliau langsung menghampiri. Selama ini, tanggung jawab dipegang sepenuhnya oleh kadus tersebut.
"Gun, tunggu." Pak kadus sudah bersiap-siap dengan beberapa pertanyaan.
Guntur menghentikan langkahnya. Tubuhnya berbalik ke arah suara. Dia sudah tahu apa yang akan ditanyakan oleh orang yang selalu melindungi keluarga mereka, semenjak ayahnya tiada. Bahkan sering melengkapi kebutuhan dapur dan uang jajan.
"Apa, sih, Pak? Aku mau pulang, laper," ketus Guntur, seolah sudah dewasa. Tidak ada lagi tata krama yang terdengar.
"Kok, kamu pulang sekolah dari sana? Emangnya dari mana?" Nada pertanyaan pak kadus sangat kesal.
"Nggak dari mana-mana, Pak." Guntur langsung pulang tanpa pamit. Sikapnya sangat berubah dari biasanya.
"Gun, Bapak sayang sama kamu. Bapak harap, agar tidak lagi bergaul dengan mereka. Bahaya, Gun."
"Lah, emangnya mereka kenapa? Kan, nggak ganggu Bapak?" Guntur mulai tidak sopan seolah membela mereka.
"Kau tau siapa dia?"
"Dia saudara Oom Ferdi, kan?"
"Ya, bukan Hanya saudara. Tapi adik kandungnya. Bapak tau tentang dia dari warga, hanya saja tidak pernah membuktikan langsung. Makanya masih diam."
"Apa? Dia adalah adik kandung Om Ferdi? Kok, Om itu nggak pernah cerita?" Guntur kaget. "Emang mau bukti apa, Pak?"