Aku nggak percaya semua ini bisa terjadi! Aku nggak pernah menyangkanya! Hidupku berubah sejak aku pindah rumah! Terus terang aku senang waktu Mama sama Papa menunjukan rumah itu. Rumah itu hebat! Teman-temanku terkagum-kagum dibuatnya!
“Sekali-sekali boleh aku nginap di sini, ya?” komentar Julian seraya melompat ke tempat tidurku.
“Aku juga mau dong!” timpal Erika yang ikut melompat ke tempat tidurku.
Aku lempar tasku ke kursi dekat meja belajar, menekan tombol Boombox dan membiarkan suara JB mengalunkan lagu “Baby”-nya. Sambil berjingkrak mengikuti irama aku medekati dua sobatku itu.
“Hey, gimana kalau kerja kelompok besok di sini saja?” seru Erika.
“Ide bagus!” respon Julian. “Biar Ricky juga tahu rumah kamu…, terus dia makin sering berkunjung…, terus ngajak kamu nonton….”
“Apaan sih?!” pekik aku seraya menarik bantal dan melemparnya ke Julian.
Dua sobatku itu tertawa.
“Tapi serius deh, Lis. Dia belum nembak kamu, kan?” tanya Erika.
“Nggak tahu lah…,” jawabku seraya menarik kembali bantal yang tadi aku lempar.
“Nggak tahu gimana? Dia kelihatan banget naksir kamu gitu!” pendapat Julian.
Aku terdiam sejenak. “Dia keliatannya nggak bakal nembak deh.”
“Apa yang membuat kamu berpikir begitu?” tanya Erika.
“Nggak tahu ah!” seruku seraya beranjak.
“Mungkin mesti kamu dulu yang duluan nembak,” usul Julian.
Ide Julian itu kusambut dengan meringis. Aku sudah tahu ide itu ada dan bakal dikatakan oleh salah satu dari dua temanku ini, tapi aku nggak menyangka setelah mendengarnya terasa… nggak enak. Noway! Aku nggak mau nembak duluan!
Lalu tiba-tiba aku mendengar suara bel pintu depan berbunyi.
“Siapa, ya?” gumamku sambil berjalan keluar kamar. Dua temanku mengikuti.
“Jangan-jangan si Ricky,” komentar Julian.
Aku hanya memutar mataku, menampik komentar konyol itu. Kudengar lagi suara bel pintu. Bisa saja aku segera menyahut “Tunggu sebentar!” tapi tidak aku lakukan sebelum tahu pasti siapa di luar. Papa sama Mama belum pulang, selain aku dan dua temanku, tidak ada siapa-siapa lagi di rumah.
Lewat jendela depan aku mengintip, tapi aku tidak melihat siapa-siapa di luar. Agak ragu aku membuka pintu perlahan dan melihat keluar. Tidak ada siapa-siapa selain…. Aku melihat sebuah kotak sebesar tas koper tergeletak di depan pintu. Aku celingak-celingku keluar, mencari tahu siapa yang menyimpan kotak itu. Sekali lagi tidak ada siapa-siapa, pintu pagar pun masih tertutup rapat.
“Jangan-jangan dari si Ricky,” lagi-lagi Julian berkomentar.
“Jangan konyol!” hardik Erika, “Dia kan belum tahu rumahnya Lisa.”