Hari itu Sekar ditemani Widya ke kantin, sesuai janjinya ia akan membayar makan siang Sekar hari itu. Sekar memilih nasi ayam sambal terong, dan es campur sebagai minumnya, Sekar pun juga mengambil dua buah jeruk sebagai cuci mulut. Cukup itu saja yang ia dapatkan dari Widya.
Sekar pun duduk satu meja dengan Widya, masing-masing menikmati makanannya. Widya hari itu hanya mengambil nasi bungkus dengan lawuk telur dan sambel tempe, dan es teh sisri melati sebagai minumnya.
Yang pasti kalau dihitung, pengeluaran Widya lebih banyak untuk Sekar dibanding makanannya sendiri. Dalam diamnya, Widya pun bersumpah untuk tidak menyebarkan pemahaman itu lagi, dari pada uang sakunya akan terus terkuras, karena berurusan dengan Sekar.
“Kamu itu sebenarnya dari mana, Kar?” tanya Widya di sela-sela kegiatan makan siangnya.
“Jangan tanya itu.” Sekar menjawabnya, mulutnya masih penuh dengan makanan. Sekar pun mengambil es campur dan meminumnya, “Aku tak suka pertanyaan itu,” ucap Sekar setelah menelan semua makanan di mulutnya bersamaan dengan es campur.
Widya hanya diam, melanjutkan makannya. Dalam pikiran ia tidak tahu lagi apa yang harus ia bicarakan dengan Sekar. Sungguh, urusan ini begitu merepotkan bagi Widya. Membicarakan soal pacar, apakah Sekar punya pacar? Tidak mungkin ia membicarakan itu, Sekar pasti tidak tertarik dengan pembicaraan itu.
Lagi pula mana mungkin Sekar punya pacar, lelaki mana yang mau dengan perempuan seperti itu. Mungkin kalau ada, pasti itu lelaki buruk dan berutal. Tidak, Widya tidak mau memikirkan hal itu. Ia hanya berharap semoga Sekar mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik.
“Amin.” Widya mengusap mukanya dengan kedua telapak tangan.
Sekar menatap Widya, “Ngapain?”
“Berdoa,” jawab Widya.
“Doa apa?”
“Doa makan.”
Sekar menatap makanan Widya yang sudah tinggal sedikit, “Kan makananmu udah mau habis.”
“Tadi lupa tak berdoa, Kar.” Widya nyengir.
Sekar menggelengkan kepala, tidak bisa lagi memahami Widya. Sementara Widya hanya senyum-senyum melanjutkan makanannya. Sekar pun beranjak dari kursi, keluar dari himpitan kursi dan meja, hendak berjalan.
“Mau kemana, Kar?” tanya Widya yang menyadari Sekar hendak pergi.
“Pesan es teh.”
“Pesan aja, pakai uangku.”
“Tak usah-dah, pakai uangku aja. Kasian uangmu habis nanti.” Sekar pun melanjutkan langkahnya, menghampiri kios kantin untuk memesan es teh.
***
Sekar dan empat laki-laki duduk di pinggiran pemandian sumber air, posisinya Sekar duduk di tengah, diapit dengan dua anak laki-laki di sisi kanan-kirinya. Keempat laki-laki itu telanjang dada, celana pendek, masing-masing tubuhnya basah kuyup habis berenang.