Rumah Tak Berpintu dan Jendela

Setiawan Saputra
Chapter #9

Sembilan

Mereka masih menunggu kedatangan Udin dan Lisa, sudah lebih dari tiga jam. Entah kemana mereka berdua, dan apa saja yang mereka lakukan. Yusi sudah mengirimkan beberapa pesan SMS, tapi tidak sekalipun dibalas oleh Lisa. Yusi juga sesekali meneleponnya, juga tidak ada respon.

Beberapa saat mereka menunggu, sembari membicarakan berbagai macam topik. Lisa akhirnya datang, hanya Lisa yang datang. Lantas Udin kemana? Lisa pun langsung memeluk Yusi dan menangis di teras belakang rumah. Sekar dan Hari pun berdiri mendekat, bertanya apa yang telah terjadi pada mereka?

“Sekar.. Udin, Kar.” Lisa matanya berkaca-kaca menatap Sekar, sementara ia hanya menatap penuh tanya, ada apa? Udin kenapa?

“Udin kelahi sama anak-anak Dianta, Kar.”

“Ha?”

“Kok bisa?” Hari pun langsung berdiri menghampiri.

Sepulang dari pasar membelanjakan kain katun dan pewarna, Udin dan Lisa hendak menuju rumah Yusi, mereka melewati SMA Dewanta. Tak jauh dari situ, melihat keributan di Warung Karmi, tempat biasa mereka nongkrong sebelum masuk dan sepulang sekolah. 

Udin memberhentikan motornya di persimpangan agak jauh dari Warung Karmi, ia meminta Lisa menunggu disana, dan Udin langsung berlari ke arah keributan. Ternyata di situ ada anak-anak Dianta, yang sedang menyerang anak-anak kelas dua belas yang baru saja keluar sekolah.

Udin pun langsung masuk ke dalam keributan itu, ikut berkelahi memberi perlawan bersama anak-anak kelas dua belas. Lisa takut melihat keributan, orang-orang adu jotos disana. Saking takutnya ia melihat situasi itu, Lisa pun harus melanggar apa yang diminta Udin untuk diam disana, tunggu Udin kembali. Malah Lisa menancapkan gasnya, cari jalan lain menuju arah rumahnya Yusi.

***

Mendengar cerita itu, Sekar dan Hari langsung berangkat ke sekolahnya. Sekar tidak peduli bagaimanapun situasinya, ia datang ingin membantu Udin. Barangkali disana ada Arga juga ada Niko, teman-teman baiknya, begitupun itu juga sekolahnya. Sekar tidak akan diam jika sekolahnya diserang oleh anak-anak sekolah lain.

Di perjalanan, Sekar teringat perkelahiannya dengan tiga murid SMA Dianta. Ia sempat menantang mereka kembali, jika tidak terima mereka bisa mencarinya di SMA Dewanta dengan membawa atas nama Sekar. Barangkali itu biangnya, anak-anak Dianta menyerang SMA Dewanta untuk mencari dirinya.

Sampai di kawasan sekolah, Sekar tidak melihat apa-apa, tidak ada keributan disana, situasi kondusif seperti biasanya. Namun di Warung Karmi, disana ia menemukan Udin dan tiga anak kelas dua belas babak belur.

Beberapa anak yang lain dilarikan ke UKS sekolah untuk dirawat. Itu mungkin lukanya parah, atau tiga anak ini memang tidak mau mengikutcampurkan urusan itu pada sekolah. Terkejutlah Sekar dan Hari kala mereka baru saja masuk warung, melihat pemandangan seperti itu.

“Sekar, kamu kemana aja?” Karmi sang pemilik warung langsung berdiri ketika melihat Sekar masuk ke warungnya, Arga berdiri semenjak melihat Sekar dan Hari muncul dari pintu Warung, “Lihat teman-temanmu, babak belur dihajar anak-anak Dianta.” 

“Ada apa ini?” Sekar bertanya, ia memperhatikan orang-orang sekitarnya yang wajahnya penuh memar. Sedangkan Arga dan Niko tidak ada bekas pukulan sama sekali, mungkin mereka tidak ada di lokasi saat anak-anak Dianta menyerang sekolahnya. 

“Sekar, Yulio dan teman-temannya mencarimu,” kata Arga. Sementara Sekar hanya diam menatap Arga dan sesekali memperhatikan orang-orang sekitarnya, juga Udin yang turut menjadi korban serangan anak-anak Dianta.

“Mereka mencarimu, Kar,” jawab salah satu anak kelas dua belas, “Tapi kamu tak ada di sini. Jadi kami-dah kena imbasnya.” Begitulah katanya sambil memegangi memar di pipinya.

“Mereka ini memang bangsat!” Sekar geram, ia meninju pintu warung berbahan triplek, lantas keluar, menaiki motornya dan hendak pergi.

Lihat selengkapnya