Rumah Tak Berpintu dan Jendela

Setiawan Saputra
Chapter #15

Lima Belas

“Terus, kau langsung dibawa ke ruang isolasi?” Sekar bertanya.

 Eka mengangguk, “Penjaga datang langsung menyeret kami, dan membawa kami ke ruang isolasi. Ada setidaknya empat bui, kami dimasukan bui yang terpisah. Konselor malam itu hanya menemani sejenak, merawat luka kami bekas perkelahian, setelah itu ditinggal berdua-dah disana. Hanya didatangi saat waktunya makan dan minum obat, konselor membawakan kami makanan dan obat-obatan, dan satu kresek besar untung buang air.”

“Tak ada kamar mandi?”

Eka menggeleng, “Tak ada-dah kamar mandi situ.”

Sekar bergidik ngeri mendengar apa yang sudah diceritakan oleh Eka.

“Kami hanya diam di dalam sana, ketika kami sedang stress, kami saling berteriak dan membalas makian dari bui kami masing-masing.”

Dari cerita itu Sekar harus benar berhati-hati untuk mengendalikan emosinya. Itu tidak seperti di sekolahnya, yang ketika berkelahi dengan siswa, hanya dimasukan di ruang bimbingan konseling dan diceramahi dengan seorang guru penghuni ruangan itu. Tapi di sini beda, ini rumah rehabilitasi, kedisiplinannya lebih ketat dibanding sekolah.

“Di sini tidak adakah ruang untuk merokok?”

Eka terbahak seketika mendengar sebuah pertanyaan dari Sekar, “Eh, Gila. Di sini tak boleh merokok.”

“Terus gimana? Habis makan aku butuh rokok.” Sekar terkekeh, ia sendiri juga merasakan itu. Di sini memang tidak ada yang jualan rokok, juga tidak ada ruangan merokok. Ia merasa gelisah ketika rasa candu rokok menyerangnya.

“Tunggu sini.”

Eka beranjak dari kursinya, ia berjalan meninggalkan Sekar yang diam menatapnya penuh tanya, hendak kemana itu anak. Eka melewati meja yang dihuni oleh Diyah dan dua temannya, dan berhenti di tempat pengambilan makanan tadi. Di atas etalase kaca terdapat setoples permen karet, Eka langsung mengambil, membuka toples itu dan menyauk isinya.

“Kalau kau butuh rokok, ini sebagai gantinya.” Eka meletakan permen-permen karet di atas meja.

Sekar menatap permen-permen itu di hadapannya, “Bikin sakit gigi itu.”

“Ini permen karet tanpa kandungan gula, manisnya murni dari buah-buahan. Petugas sini sengaja menyediakan permen karet untuk residen yang kecanduan rokok.”

Sekar langsung mengambil salah satu permen karet, membuka bungkusnya. Jika dilihat-lihat itu seperti permen karet rasa mint, sekar langsung mengunyahnya. Permen rasa jeruk dan mint yang ia rasa, cairan rasa jeruk dan mint menyembur di area mulutnya, memberikan sensasi rasa kesejukan di dalamnya. Eka senang melihat Sekar mengunyah permen karet itu, ia pun turut mengambilnya satu.

Sehabis sarapan, para residen rehabilitasi diminta untuk membersihkan piring dan gelas-gelas sisa piringnya sendiri. Hal itu diupayakan untuk menjaga kedisiplinan dan rasa tanggung jawab. Setelah kegiatan sarapan, Rumah Rehabilitasi Napza menjadwalkan untuk kegiatan morning meeting.

***

“¹Kowe ki, wis bener-bener keterlaluan, Ndro.”

“Apa maksudmu, Mas?

Basuki berdiri di teras rumah Hendro, berhadapan dengan sang pemilik rumah. Dia jauh-jauh dari Mataram ke Kediri ingin sekali mencaci Hendro. Ia tidak peduli dengan profesi adiknya saat ini sebagai Polisi, ia tidak memperdulikan itu. Saat ini kasusnya adalah soal tanggungjawab orang tua terhadap anak.

Lihat selengkapnya