Rumah Tak Berpintu dan Jendela

Setiawan Saputra
Chapter #19

Sembilan Belas

Sesuatu yang masih tidak dipercaya oleh Sekar, saat melihat wujud kakek kesayangannya sudah terbaring beralas tikar, diselimuti jarik, dan terbungkus kain kafan. Sekar bersimpuh lutut di sebelah kepala Gianto, di antara orang-orang yang duduk melingkari.

Sekar menarik kain jarik itu sedikit ke bawah, memperlihatkan wajah pucat Gianto yang masih belum tertutup. Ia mengelus-ngelus kepala kakeknya sambil terisak, “Maafkan Sekar, Pakk. Maafkan Sekar nah.” Begitulah bisiknya, diringi dengan suara isak tangisnya.

Saat itu pun, Dewi dan Juli baru saja sampai. Mereka langsung berangkat ke Mataram setelah mendapat kabar itu, “Bapaak..” Dewi langsung bersimpuh di sebelah jasad Gianto. Air matanya pun deras mengaliri pipi saat melihat wajah sosok bapaknya.

“Sudah, Wi.. Sudah..” Naning mengelus punggung Dewi yang sedang memeluk jasad bapaknya, beliau menarik badannya melepas pelukan.

“Jangan ditangisi bapak, biar bapak tenang nah.” Naning menatap Sekar, memegang kedua pipinya, “Sekarr, biarkan bapak istirahat nah, kita doakan saja buat bapak.”

Sekar, Dewi, dan Naning pun memecahkan tangisannya seketika. Sekar masih tidak terima dengan kepergiaan Gianto yang begitu cepat, Gianto adalah sosok yang selalu mengajari Sekar banyak hal. Yang membuat Sekar menjadi pintar dan pemberani, juga karena Gianto.

Sekar menggelengkan kepalanya masih tidak percaya atas kepergiaan kakeknya, air matanya pun mengalir deras. Ia memekik dan terisak. Dewi yang duduk di sebelah Sekar, mencoba memeluknya. Tapi Sekar menggeleng cepat, ia pun langsung melepas tangan Dewi yang sedang memeluknya. Tak kuasa Sekar berdiri lalu masuk ke kamarnya, tangisan Sekar pun terpecah di dalam kamar. 

***

Semenjak kepergian kakek, Sekar kembali menjadi seorang anak yang pendiam. Ia sering tidak datang ke warung untuk bantu-bantu jualan, walaupun Naning berkali-kali memintanya datang ke warung. Di setiap malam, orang-orang di kampungnya mengadakan kenduri arwah di rumahnya.

Setiap kegiatan itu, Sekar tidak pernah sekali pun keluar dari kamarnya. Sekar terus termenung di dalam. Sesekali Naning mendatangi Sekar di kamarnya, memintanya untuk bercerita. Tapi masih sama, Sekar tidak merespon apa-apa. Naning harusnya mengerti, apa yang Sekar rasakan kala ditinggal sang kakek.

“Kalau bapak ada di sini, bapak nggak akan suka melihatmu seperti ini, Kar.” Begitu yang dikatakan Naning, beliau berharap Sekar segera beranjak dari kemurungannya. Naning juga khawatir dengan kondisi Sekar yang terus mengurungkan dirinya di dalam kamar. Tidak pernah sekalipun keluar. 

Lalu Sekar masih terdiam, ia duduk bersandar tembok kamar dengan kedua kaki tertekuk. Tatapannya kosong mengarah depan. Begitu hancurnya Sekar kala ditinggalkan seseorang yang disayang. Sekar masih tidak terima atas kepergian sang kakek, yang menurutnya beliau adalah belahan jiwa Sekar.

“Kenapa bapak pergi begitu cepat, Mak.” Dengan suara lirih Sekar berkata, “Aku belum memberikan apa-apa untuk bapak, belum minta maaf pada bapak. Aku udah banyak ngecewain bapak selama ini, Mak.”

Naning semakin dekat duduk di sebelah Sekar, tangan keriputnya membelai rambut sang cucu, “Bapak udah tenang di sana, bapak udah tidak sakit lagi. Cukup kamu berikan doa dan selipkan permintaan maafmu melalui doa-doamu, Kar.”

Di kepergian sang kakek, ada rasa penyesalan yang masih tertinggal, rasa itu sangat menyesakan Sekar. Ia masih belum bisa memberi apa-apa untuk membuat kakeknya bahagia dan bangga padanya. Sekar masih belum bisa meminta maaf pada kakeknya, atas perbuatan dan sikap-sikapnya yang membuat Gianto kecewa.

Selama hidupnya, Gianto telah memberi banyak hal. Beliau yang menyekolahkan Sekar. Walaupun Sekar belum sampai lulus, karena perbuatan Sekar yang membuat dirinya harus berhenti sekolah. Hal itu yang membuat Gianto semakin terpukul, tak menyangka cucu yang sudah ia didik terjerat kasus seperti itu. Begitu juga Sekar, kala mengingat momen yang memukul itu, membuat dirinya merasa sangat bersalah pada kakeknya. 

Teringat kala kasus itu menjeratnya, Naning dan Gianto sempat menemui Sekar di kantor polisi. Sekar datang masih mengenakan baju tahanan. Naning dan Gianto langsung merangkul Sekar, menangis dan berkata.

Lihat selengkapnya