Sekitar enam tahun Sekar berada di Bali, ia berteman dekat dengan Anggi salah satu teman kosnya. Pelarian Sekar ke Bali tidak dapat ditemukan keluarga dan saudara-saudara yang mencarinya. Ia bersembunyi di tempat yang tidak mungkin bisa dijangkau oleh mereka, dan selama enam tahun Sekar menjalani hidup disana.
Untuk menyukupi kehidupannya, Sekar mengikuti pertarungan ilegal yang selalu diadakan di setiap malam kamis dan malam minggu bersama para bule dan orang-orang lokalan. Dari situlah Sekar mendapat pemasukan.
Sekar juga bergabung dengan salah satu tim yang dipegang Bara, setidaknya ada tiga petarung di tim itu. Mereka adalah Reza asli Bali, Yohan dari Papua, dan juga Sekar. Bara sang ketua selalu menduelkan ketiga petarungnya pada petarung-petarung yang menantangnya untuk berjudi.
Kadang kala seorang pejudi seperti Bara datang membawa petarungnya sendiri, dan kemudian diduelkan di arena dengan salah satu dari tiga orang petarung miliknya. Dan pastinya di atas petarungan itu ada perjudian, jika salah satu dari mereka ada yang menang, akan mendapat komisi dari Bara.
Bara sangat mempercayai mereka, apa lagi pada Sekar yang paling bisa menghadapi siapa pun itu lawannya. Setiap lawan yang dihadapi Sekar, selalu berujung ke patahan kaki dan tangan, juga tak jarang sang lawan wajahnya penuh darah setelah berduel dengannya.
Sebelum mengikuti pertarungan liar, Sekar bekerja terlebih dahulu di salah satu kelab malam, yang letaknya dekat dengan Pantai Sanur sebagai pelayan. Tapi kerja di situ hanya berlangsung seminggu, Sekar keluar setelah memukuli pengunjung dan berbuat keonaran disana.
Kasus itu berawal ketika Sekar mengantarkan minuman di salah satu pelanggan dua orang pria paruh baya. Sekar tahu, bekerja di tempat itu harus professional, tapi Sekar tidak bisa diperlakukan seperti itu. Sekar punya harga diri, bahkan sebenarnya Sekar tidak mau bekerja di tempat itu, tapi karena kebutuhan dan ekomoni supaya lebih terjamin, jadinya terpaksa.
Ketika itu ada dua orang pria, ada yang pawakannya besar, juga ada yang kecil kurus. Saat Sekar mengantarkan minuman bir di meja itu, tangan seorang pria berbadan kurus mengelus bokong Sekar. Seketika itu Sekar langsung memelintir tangannya.
“Heei, jaga sikapmu. Aku bisa laporkan ini ke bosmu.” Seorang badan besar langsung berdiri ketika melihat temannya dipelintir tangannya.
“Tenang.” Tangan pria kurus mengangkat salah satu tangan ke arah temannya, memberi isyarat untuk duduk kembali. Pria itu merasa bisa mengatasi perempuan semacam Sekar. Sementara Sekar masih menatapnya, dengan kepalan tangan satunya yang sudah siap menghantam wajah.
“Jangan kasar gitu dong.” Pria kurus malah menggodanya, “Duduk sejenaklah di sini, temenin kami minum, yuk.”
Sekar masih belum merubah posisi sama sekali, tangannya semakin kuat mengepal mengarah ke wajah. Pria kurus sedikit melirik kepalan tangan Sekar, ia mencoba menyentuh tangan itu dan mengelusnya. Tapi Sekar menampikan tangan pria kurus itu.
Pria kurus tersenyum, bukan malah menghentikan perilakunya, ia semakin nekat menyentuh pinggang Sekar dan mengelusnya. Pria kurus sangat merasakan bentuk lengkukan pinggang Sekar yang indah, tangannya mengelus lembut. Berharap Sekar dapat dijinakan dengan perlakuan itu, tapi ternyata Sekar semakin menguatkan kepalan tangan dan meninju hidung pria kurus hingga memancurkan darah.
Keributan pun terjadi di sana, setelah salah satu pelayan memukul salah satu tamunya. Si pria besar kembali berdiri, berteriak, memanggil pelayan lain, juga sekalian bosnya pun dipanggil. Seorang bos langsung menyeret Sekar ke ruangannya.
***
“Memang berandalan! Kamu nggak bisa ya jaga sikapmu di depan tamu-tamu itu.”
Sekar hanya diam tidak berani memandang Amir seorang bosnya yang sedang mengomelinya. Tentu saja Amir sangat dirugikan, atas prilaku Sekar terhadap dua tamunya. Karena dua orang itu adalah seorang pejabat dari pemerintahan pusat, kalau Sekar berperilaku seperti itu, mereka bisa menutup usaha hiburan miliknya.