Rumah Tak Berpintu dan Jendela

Setiawan Saputra
Chapter #22

Dua Puluh Dua

“Dia temanku.” Amir segera memegang tangan Sekar, yang tengah memutar tangan Bara.

Sementara Yohan yang tengah sibuk mengusap darah di ujung bibir Sekar, langsung meghentikan kegiatannya. Yohan sedikit terpukau dengan tindakan Sekar. Lalu Sekar melepaskan tangan Bara, dan kembali duduk di posisi semula.

Saat Yohan hendak memberi kompresan di pelipis Sekar yang lebam, Sekar langsung mengambil es batu itu dari tangan Yohan, “Aku bisa sendiri.” Begitu kata Sekar, lalu langsung mengompres pelipisnya sendiri. 

Bara terkekeh menyaksikan tindakan itu, lalu ia berdiri kemudian berkata, “Kamu bisa bergabung dengan kami. Biar Yohan yang melatihmu.”

Sekar hanya diam tidak merespon apa-apa, tangannya sibuk mengompres luka lebam di pelipisnya. Sedangkan Yohan menuangkan bir ke dalam gelas, lalu memberikannya pada Sekar. Perempuan itu langsung menerima, dan meneguknya.

“Kamu mau kemana?” Bara bertanya.

“Aku mau cari kosan.” Sekar menjawab, seraya memberikan gelas itu ke Yohan.

“Kenapa kamu nggak tinggal di sini aja?” tanya Amir kemudian, “Bara menyediakan tempatmu untuk tidur.”

Sekar menggeleng, “Aku mau tinggal di kos aja.”

“Ya udah kalau itu maumu,” kata Bara, “Kamu bisa cari kos di Legian. Nanti biar Yohan atau Reza yang mengantarkanmu kesana.”

***

Perempuan itu meringkuk menangis di sudut kasurnya, rambut-rambutnya yang bergelombang turut menutupi wajahnya yang sudah tersembunyi dengan kedua lutut yang terlipat.

Sebuah rasa penyesalan sedang dirasa perempuan itu, karena sudah terlalu dalam mencintai seorang pria. Kekecewaannya ketika ia tahu pria yang ia cintai, ternyata sudah mempunyai istri dan beberapa kali keluar dan tidur dengan perempuan yang berbeda.

Sekar dengan rambut basah diusapnya dengan handuk, ia baru saja keluar dari kamar mandi langsung menatap Anggi yang meringkuk di sudut sana. Sekar tertawa kecil, lalu duduk di tepi dipannya sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk.

“Aku udah bilang, cari cowok itu yang bener. Jadi gini kan akhirnya.” Sekar berkata sambil sibuk mengusap rambutnya yang basah, “Udah, Nggi. Jangan nangis terus.”

Mendengar suara itu, Anggi mengangkat wajahnya menatap Sekar, “Sekarang sulit cari cowok yang bener.” Begitu yang Anggi katakan.

Sekar pun terbahak mendengar perkataan itu, “Kalau memang sulit cari cowok yang bener, Nggi. Mending tak usah-dah mengenal cinta.”

Dua hari lalu, Anggi terus menceritakan pria itu, ia terus menangis saat menceritakan tentangnya. Sekar juga tahu betapa sakit hatinya Anggi, kala dibohongi oleh salah satu orang yang ia cintai.

Sekar pun menawarkan dirinya untuk menghajar pria itu, Anggi awalnya sempat menolak, tapi Sekar terus mendesak untuk memberitahu di mana dia tinggal. Sehari sebelum Sekar menghajarnya, ia mengikuti Anggi ke sebuah apartemen yang ditinggali. Di hari itu, ia hanya menandai pintu kamar apartemennya. Dan besok sorenya Sekar datang seorang diri.

“Aku ini kurang apa sih, Kar?” Itulah yang selalu Anggi tanyakan pada Sekar, saat bercerita tentang pria yang sangat ia cintai, “Padahal aku udah berikan apa yang dia minta, aku sangat mencintainya, Kar.”

Sekar tertawa sekali lagi, kepalanya menoleh ke belakang menatap Anggi, “Dasar cinta monyet.”

***

Sedikit tentang Anggi teman satu kos Sekar. Ia adalah pendatang dari Kota Malang, disana Anggi sedang mengikuti sekolah masak. Anggi adalah salah satu teman Sekar yang bercita-cita menjadi seorang chef, dan ingin sekali mempunyai bisnis rumah makan atau katering.

Lihat selengkapnya