Rumah Tak Berpintu dan Jendela

Setiawan Saputra
Chapter #29

Dua Puluh Sembilan

Lalu perempuan kedua, bernama Inggit. Perempuan itu orang Lumajang, Joel mengenalnya dari Facebook dan sempet datang ke rumahnya. Inggit juga mempunyai masalah yang sama, tapi ini lebih rumit. Kedua orang tuanya tidak jelas cerai atau tidak, pisah begitu saja.

Ibunya adalah seorang TKW di Singapura, dan bapaknya seorang pengusaha ikan gurame di Solo. Lebih parahnya, Inggit dilahirkan dari hubungan yang tidak sah. Dengan kondisi bapaknya yang sudah punya anak dan istri di Solo.

Sekarang bapaknya berada di Solo, hidup bersama anak dan istrinya di sana. Sedangkan Inggit di Lumajang dirawat oleh tantenya. Hubungan Joel dan Inggit cukup lama, dan hampir saja menikah.

Tapi ketika Joel hendak melamarnya, Inggit tampak tidak yakin. Padahal waktu itu Joel sudah meyakinkannya, ia sudah merelakan cuti di pekerjaannya dan jauh-jauh pergi dari Bima ke Lumajang.

“Sebelum kamu bicara pada ibunya, lebih baik bicara dulu pada Inggit. Apakah dia mau sama kamu?” Begitu kata tantenya Inggit, saat Joel berbicara berdua dengannya.

Tapi ketika Joel berbicara berdua dengan Inggit, ia pun berkata kepada Joel bahwa dia, “Aku nggak siap, Mas. Aku masih nggak siap menjalani pernikahaan.”

Dan ketika Joel kembali berbicara kepada tantenya, tantenya pun berkata, “Kalau Inggit nggak bisa, saran aku jangan dipaksakan, Joel. Dari pada pernikahanmu nanti bermasalah, dan Inggit masih punya trauma soal pernikahaan.”

“Maksudnya, Tante?” Joel waktu itu masih tidak paham apa maksud yang dikatakan tantenya Inggit.  

“Inggit waktu usia delapan belas tahun, pernah menikah dengan orang Sidoarjo, pernikahaannya hanya berlangsung tiga bulan. Orang itu pergi ketika Inggit hamil satu bulan, dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya. Karena Inggit waktu itu masih terlalu muda menikah, dan dia hanya menuruti aja atas permintaan suaminya itu.”

Joel tercengang mendengar perkataan itu, “Inggit nggak pernah cerita kepadaku, Tante.”

“Pahamilah, Joel. Anak itu masih trauma dengan pernikahaan.”

Sementara itu, Inggit menangis di dalam kamarnya mendengarkan percakapan mereka berdua yang ada di ruang tamu. Ia menyesali karena selama ini, telah menyembunyikan masalah masa lalunya terhadap Joel, dan kala Joel membicarakan soal pernikahan dengannya, Inggit selalu menghindari dan berkali-kali berkata tidak siap untuk menikah.

***

Setelah enam jam lamanya berlayar di tengah-tengah antara Pulau Bali dan Lombok, mobil Grand Max baru saja keluar dari kapal Ferry bersamaan dengan truk, bus, mobil, dan beberapa kendaraan bermotor lainnya.

Matahari sudah cukup terik menyising tepat disisi Timur Pulau Lombok. Sekar duduk diam di sebelah kursi kemudi, sedangkan Joel berada di kursi kemudi fokus mengendarai mobilnya, kedua tangannya erat memegang setir, sesekali memutar dan meluruskan.

Suasana Pelabuhan Lembar waktu itu dibilang padat, dipenuhi kenderaan-kendaraan bermuatan barang, juga bus trayek dari pulau Jawa menuju kepulauan Nusa Tenggara. Selama berada di area pelabuhan, mobil yang dikemudikan Joel harus pelan-pelan mengantre dengan kendaraan-kendaraan lain yang ada di depannya.  

“Nanti dimarahin tak sama bosmu?” Sekar bertanya saat mobil lambat-lambat berjalan menuju pintu keluar Pelabuhan Lembar.

“Dimarahin ngapa?” Joel sedikit menoleh sejenak, lalu kembali menghadap depan.

“Itu kaca depan.” Sekar menujuk kaca depan mobil bagian atas yang retak, bekas menabrak Sekar tadi malam. Tentu saja kaca itu habis terbentur oleh sikut Sekar, yang sengaja digunakan untuk menjadi tumpuhan saat dia melompat.

Lihat selengkapnya