"Aku sayang sama kamu, Sya. Aku harap kita bersama mulai sekarang, besok dan selamanya," mata Saga berbinar saat ucapan itu keluar. Mulutnya tersenyum manis penuh harapan.
"Iya Ga, aku juga sayang sama kamu. Sayang banget. Jangan pernah pergi ya, Ga," mereka berdua saling memeluk dan tersenyum.
Saga terperanjat. Ia terbangun dari tidurnya. Mimpi barusan benar-benar membuatnya kaget sekaget-kagetnya.
"Untung cuma mimpi... kalau itu beneran, hiiii. Gak kebayang!" tukas Saga dengan tubuh yang menggigil seperti kedinginan.
***
Tepat pukul sepuluh pagi, Saga menaiki bus untuk pergi ke kafe tempat komunitasnya akan berkumpul. Ia memakai kemeja abu abu, celana jeans dan topi warna putih. Tak lupa juga ia membawa kamera kesayangannya dan beberapa lensa.
Bus membawanya berjalan perlahan menuju halte perhentiannya. Sesekali pengamen masuk dan menyanyikan lagu, lalu turun kembali setelah mendapat sejumlah uang didalam bungkus permen. Headset yang menempel ditelinga Saga, berhasil meredam semua suara sekelilingnya. Ia hanya terfokus pada lagu yang mengalun.
Setelah sampai dihalte perhentiannya, ia berjalan sedikit untuk menuju ke kafe tempatnya berkumpul. Saat sampai, disana belum ada teman teman komunitasnya dan kafe itu pun sepertinya baru buka. Jadi ia memutuskan untuk memesan minuman dan duduk menunggu disebuah meja yang kursinya menghadap tepat kearah jendela yang menghadap jalan.
"Ini mas, minumannnya. Selamat menikmati," Ucap sang pelayan sambil meletakkan minuman dihadapan Saga.
Saga menengadahkan wajahnya pada pelayan itu dan mengucapkan terima kasih. Sampai ia tertegun diam karena pelayan yang menyuguhkan minuman padanya itu seseorang yang sudah tidak asing lagi. Seseorang yang sudah mengganggu hiduonya akhir-akhir ini.
"Astaga.... lo itu ya! Kenapa sih disetiap tempat yang gue datangin, selalu ada elo?! Lo bisa gak, sembunyi gitu, sehari aja..." tegas Saga pada Yasya sambil menunjukan jari telunjuknya dan memohon.
"Ck," Yasya menggelengkan kepala dan berlalu pergi, tapi Saga menahannya dengan menarik lengan Yasya.
"Tunggu."
"Apaan sih? Jangan ganggu gue deh."
"Lo kerja disini tiap hari?!"
"Part time. Udah?"
"Kenapa harus kerja?!"
"Bukan urusan lo!!" tegas Yasya yang langsung berlalu pergi tanpa memedulikan Saga disana.
Setelah cukup lama menunggu, Saga akhirnya mendapat kepastian. Kawan-kawan komunitasnya mengirim pesan bahwa hunting foto kali ini akan dibatalkan karena satu dan lain hal.
Saga cukup kesal karena ia sudah menunggu cukup lama disini. Ia memutuskan untuk menghabiskan minumannya dan pergi dengan menyimpan uang diatas meja. Baru beberapa langkah ia berjalan mendekati pintu, langkahnya terhenti karena hujan yang tiba-tiba mengguyur deras disertai kilat dan gemuruh guntur.
Akkkhhh. Perasaan tadi cuaca cerah! Kenapa sekarang hujan deres?! tukas saga dalam hati sambil mengusap keningnya.
Ia berbalik kebelakang, disana nampak seorang perempuan yang sedang mengelap meja meski sebenarnya semua meja masih bersih karena kafe baru buka.
Semesta, kenapa aku dibuat terjebak dengan perempuan ini?!
Saga berjalan malas kembali menuju mejanya tadi. Saat ia duduk dan bersadar dikursinya, pandangannya teralih pada perempuan yang dari tadi sibuk mengelap meja. Ia menarik napas panjang sebelum bicara. Ia mencoba memberanikan diri untuk mengobrol dengan Yasya.
"Sya..." tegurnya. Yasya langsung menengoknya dan berkata dengan malas.
"Apaan lagi sih?!"
"Gue mau bayar."
"Kan kasir ada... jangan manja deh lo ah!!"
Saga mendengus. Ia sebenarnya sedang mencari alasan agar ia bisa mengobrol dengan Yasya. Entah kenapa, mengetahui bahwa Yasya bekerja membuatnya sedikit tersentuh. Untuk apa dia bekerja? Apakah sebutuh itu ia dengan pekerjaannya?
Tunggu. Apakah Saga sudah mulai membuka hatinya? Apa ia berhasil menemukan sisi baik dari Yasya yang selama ini ia benci? Ah bukan, kan perasaan iba seperti ini selalu muncul ketika ada orang lain yang kesulitan.
Oke. Gue cari tahu alesan dia kerja. Kalau alesannya itu baik dan dia menjelaskannya dengan tutur kata yang baik, berarti dia masih memiliki sisi manusianya. Kalau dia marah-marah, berarti dia masih sayton seutuhnya. Batin Saga.
Ia terpikir dengan ucapan Adit kemarin. Mungkin Adit benar. Selama ini saga terlalu ditutupi kebencian yang membuatnya tak bisa melihat kebaikan dari Yasya. Mungkin ia harus sedikit membuka hatinya dan berbicara baik-baik pada Yasya, mungkin Yasya juga akan bersikap baik padanya.
Saga berjalan kearah meja kasir lalu memesan dua gelas minuman. Setelah memesan ia kembali kemejanya dan duduk menunggu minuman itu datang.
"Nih minumannya." Yasya mengantarkan minuman itu kembali kehadapan Saga. Saat ia beranjak pergi, Saga menahannya kembali.
"Duduk!" tegas Saga.
"Nanti pacar lo marah kalau liat gue sama cowoknya."
"Duduk! Minuman ini buat lo!"
"Gue? Hhhh," Yasya memutar matanya dan berjalan kembali.
"Jarang-jarang loh gue baik gini. Buruan duduk!"