Rumah Tak Berpintu

imajihari
Chapter #5

Bab 5

Saga berjalan menuju halte. Ternyata, disana ada Yasya yang sedang duduk menunggu bus yang tidak juga datang. Saga akhirnya berlari dan menghampirinya. Saga duduk disebelah Yasya dan mengajaknya bicara.

"Udah lama ya nunggu?" tanya Saga.

"Bukan urusan lo juga."

"Oh yaudah," jelas Saga sambil menunduk dan tersenyum. "Hari ini kerja gak?" tanya Saga kemudian.

Kenapa sih, gue harus terjebak sama orang kayak gini? Yasya mendengus kesal dalam hatinya dan memalingkan wajahnya.

"Ngomong-ngomong, ade lo itu kelas berapa?" tanya Saga yang belum juga menyerah untuk mengajak Yasya bicara.

"Lo inget gak tadi gue ngomong apa?"

"Tadi lo ngomong 'bukan urusan lo juga'."

"Bukan. Tadi waktu di kampus gue bilang, lo jangan pernah terlihat lagi didepan gue, udah jelas?"

"Gue sekarang disebelah lo. Jadi gak masalah dong."

"Susah kalau ngomong sama orang yang kurang waras!" hardik Yasya berbisik dengan kaki yang diayun-ayun.

"Di rumah lo tinggal berdua sama ade lo atau ada orang tua?" tanya Saga lagi. Yasya hanya diam dan tak membuka mulutnya.

"Udah makan siang belum?" lagi-lagi Saga bertanya.

"Kenapa sih lo kepo banget sama urusan gue? Urus hidup lo sendiri aja bisa gak? Please, jangan ganggu kehidupan gue yang udah rumit ini, ya. Gue memohon dengan sangat," Yasya menempelkan kedua tangannya dan memohon.

Saga diam dan menatap fokus kedepan sebelum akhirnya ia berbicara.

"Dibalik senyum manisanya ada luka yang besar terbuka.

Dibalik rasa pasrahnya ada sesuatu yang sangat ia pinta," Saga mengucapkan kalimat yang ia lihat dikertas yang ia temukan dikantin itu.

Yasya langsung memalingkan wajahnya. Mata Yasya terbelalak, ia menatap laki-laki disebelahnya yang sedang fokus menatap kedepan. Yasya tidak berhenti menatap sebelum Saga menyadarinya.

"Kenapa? Lo familiar ya sama kalimat itu?" tanya Saga.

"Gak. Biasa aja."

"Bagus gak? Itu puisi yang gue liat dalam kertas lecek yang gue temukan di meja kantin."

"Eh, mana kertasnya sekarang?!"

"Please, jangan ganggu kehidupan gue yang udah rumit ini, ya. Gue memohon dengan sangat," Saga mengulang kalimat yang sempat diucapkan Yasya beberapa menit lalu.

Yasya tertawa kecil. Pun dengan Saga. Baru kali ini ia melihat senyuman bahagia dari seorang perempuan yang dari dulu selalu memperlihatkan kekesalan padanya itu.

Bus datang dan bersiap mengantar mereka ke tempat tujuan. Obrolan mereka berhenti dan tak juga menemukan inti. Apa yang akhirnya mereka putuskan? Apakah mereka sudah saling bersikap baik? Apakah tawa Yasya barusan berarti ia menerima kata maaf Saga?

Mereka berdua naik kedalam bus. Dan seperti biasa, bus sudah penuh dan sesak, memaksa mereka untuk berdiri bersebelahan. Saga sesekali menatap Yasya, jika Yasya menatapnya kembali, Saga langsung memalingkan wajahnya.

"Apaan sih?!" tanya Yasya.

"Enggak. Gue cuma mau ngomong. Gue itu sebenernya masih benci sama lo. Cuma karena keadaan lo yang gak baik baik aja, jadi gue memutuskan untuk mengajak lo baikan. Agar setidaknya beban lo berkurang dengan gak mikirin gue," ujar Saga percaya diri dilanjutkan dengan menodongkan jari kelingking kehadapan Yasya.

Yasya tidak peduli. Ia langsung memukul tangan Saga dan memfokuskan pandangannya kearah jendela.

"Aduh... gue kira gue udah diterima dengan baik," bisik Saga.

Mereka berdua saling memalingkan wajah. Tom and Jerry didunia nyata. Mereka saling memusuhi satu sama lain, tapi saga tetap meyakinkan hatinya kalau suatu saat Yasya juga akan bersikap baik padanya. Selama apapun Tom dan Jerry bermusuhan, pasti akan ada masa dimana mereka saling berbaikan dan membutuhkan satu sama lain. Ia yakin mereka akan menjadi teman suatu saat.

Saga menghadapkan wajahnya kearah Yasya. Ia dekatkan mulutnya ke telinga gadis itu dan mulai berbisik.

"Katanya, kalau marahan itu gak boleh lebih dari tiga hari. Dosa. Dan lo tahu, kita udah marahan lebih dari tujuh tahun. Kepikiran gak dosanya udah segimana? Bisa jadi tiket masuk neraka bolak balik tuh, Sya," bisik Saga dengan nada bercanda.

Yasya tidak peduli. Ia langsung turun di tempat biasa ia turun. Ia meninggalkan Saga yang masih dibuat bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Yasya? Hatinya itu terbuat dari apa? Kenapa hatinya begitu sulit untuk dibuka. Atau mungkin memang hatinya tidak memiliki pintu? Jadi bagaimana cara Saga untuk bisa membuka hati Yasya agar mau berbaik hati dan menghapus rasa bencinya?

***

Baru saja saga pulang, ia harus pergi lagi keluar karena acara komunitasnya yang waktu itu jadi dilaksanakan hari ini. Saga dan teman temannya berkumpul di kafe yang sama dengan yang ia pernah kunjungi.

Hampir semua anggota komunitas ada disana. Beberapa sudah siap didalam bus dan beberapa lagi masih saling mengobrol didalam Kafe. Mereka belum berangkat karena beberapa orang belum datang.

Saat Saga tengah mengobrol, seorang pelayan yang sudah tak asing lagi baginya itu mendatangi mejanya dan meletakkan minuman.

"Eh Sya," ucap Saga sambil menarik tangan Yasya.

"Apaan? Lepasin!" bisik Yasya.

"Lo mau ikut gak ke lembang. Refreshing. Gak bayar. Anggap aja ini sebagai penebusan utang lo."

"Gak. Lo gak liat gue lagi kerja?!"

"Oke bentar," Saga berjalan kearah meja kasir. Ia meminta sang Kasir untuk mempertemukannya dengan atasan mereka. Tapi kasir itu bilang tidak ada. Saga pun meminta agar atasan mereka ditelepon.

Setelah bernegosiasi cukup lama, Saga berjalan kearah Yasya dengan senyuman percaya diri, "Ganti baju, siap-siap!" perintah Saga.

"Gak. Gue gak mau!" Yasya berusaha pergi tapi Saga menarik tangannya kembali.

"Kenapa?"

"Mmmm. Ya gak mau aja."

"Gini deh. Lo ikut gue sekali. Dan gue gak akan gangguin lo selama seminggu, Deal?"

"Kalau selamanya baru deal."

Lihat selengkapnya