"Sya. Naik taksi aja yuk? Cape."
Yasya tidak peduli. Keringatnya sudah mengucur dengan deras membasahi pelipisnya. Wajahnya sudah memerah dan napasnya terengah. Sampai seketika ia memberhentikan langkahnya.
"Cukup! Cukup deh lo ngikutin gue. Pergi!"
"Gue cuma mau ke rumah lo, apa salahnya sih?!"
Yasya menghela napas panjang, "Oke."
"Yaudah. Kita naik taksi aja, ya. Cape."
Saga pun memberhentikan taksi. Mereka berdua masuk kedalam taksi dan kembali membisu. Tak ada percakapan diantara mereka. Setiap kali Saga mencoba membuka percakapan, usahanya gagal. Yasya tidak memedulikannya. Ia hanya fokus mengarahkan sang sopir taksi sesuai arahannya. Ia tidak memberitahu lokasinya.
"Sya. Ini kita mau kemana sih? Kayaknya daerah rumah lo udah kelewat deh."
"Lo mau tahu tentang gue kan? Lo mau ke rumah gue? Lo mau tahu dunia gue kan?"
"Iya."
"Yaudah. Diem!"
***
Setelah cukup lama mengarahkan, mereka pun sampai disebuah tempat. Yasya langsung keluar diikuti oleh Saga. Ia mencengkeram tangan Saga kuat-kuat dan menariknya.
"Sya, pelan-pelan."
Yasya tidak peduli dengan ucapan Saga. Ia tetap berjalan dengan cepat sambil mencengkeram tangan Saga kuat kuat.
Hingga mereka sampai disuatu tempat. Tempat yang membuat Saga merasakan sesuatu yang salah. Yasya mengajak Saga untuk pergi ke tempat yang mungkin akan membuat Saga berhenti mengikutinya. Mungkin dengan ini, ia tidak mempunyai urusan lagi dengan Saga karena Saga akan merasa asing dengan dunianya.
Mereka pun berhenti didepan sebuah ruangan dengan pintu terkunci. Tapi mereka dapat melihat kedalam ruangan itu dibalik jendela.
"Itu, Ga. Itu dunia gue," ucap Yasya dengan kepala tertunduk.
Saga hanya tertegun diam. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia meletakkan dua buah kantong besar yang daritadi ia bawa. Ia mendekatkan wajahnya ke jendela dan menatap seorang perempuan yang tengah duduk diam dan terlihat muram.
"Sya.. g... gue.." Saga tertegun dan tidak bisa berkata apa apa. Ia merasa kaget. Ia tak tahu harus memberi reaksi apa pada sesuatu yang ada dihadapannya.
"Lo udah tahu kan sekarang? Jadi, sekarang lo pergi, Ga! Pergi!" bentak Yasya agar Saga segera pergi dari sana. Tanpa Sadar pelupuk matanya dipenuhi air yang akan meluap.
"Tapi Sya. Gue..."
"Pergi, Ga!! Pergi!!" Yasya mendorong tubuh Saga agar Saga segera menjauh. Tapi Saga tetap bertahan dan ia mencoba menenangkan Yasya.
"Sya..."
Pertahanan Yasya roboh. Tubuhnya lemas. Tangisnya pecah. Air matanya mengalir dengan deras. Ia menangis tersedu sedu tapi ia tetap mencoba menyuruh Saga pergi dari sana. Pergi dari dunianya, "Pergi, Ga!! Gue bilang pergi!! Pergi!! Pergi!!!" ucap Yasya parau dengan tangan yang memukul-mukul Saga agar Saga pergi. Tapi Saga langsung memegang dan menarik tangannya hingga tubuh Yasya terbenam dalam pelukan hangat yang baru pertama kali ia rasakan. Pelukan yang datang dari seorang laki laki yang paling ia benci. Laki laki yang ia harap dihilangkan dari semesta tapi malah datang dan makin masuk kedalam kehidupannya.
"Sya, udah Sya," ucap Saga sambil memeluk dan mengusap lembut rambut Yasya.
"Pergi, Ga... tinggalin gue di dunia gue yang udah gak berarah ini. Tinggalin gue, adik gue, dan seorang perempuan tua yang jiwanya sakit. Tinggalin, Ga," Yasya menangis dalam pelukan itu sambil tetap memukul dan mencoba menyuruh Saga pergi.
Tapi Saga tidak peduli sebanyak apapun Yasya menyuruhnya pergi. Ia tahu kalau saat ini Yasya benar benar butuh seorang teman baik yang mau menemaninya. Terlebih setelah ia tahu dunia Yasya yang ternyata begitu pelik dan gelap. Dunia dengan banyaknya kesulitan. Dunia yang dihuni olehnya, oleh adiknya, dan oleh seorang ibu yang memiliki gangguan dalam jiwa baiknya.
***
Saga dan Yasya duduk tidak jauh dari depan Rumah Sakit Jiwa itu. Mereka berdua duduk disatu bangku. Kesedihan Yasya mulai mereda. Ia mulai tenang. Sementara Saga, ia merasa seperti sedang menembus dunia baru yang belum pernah ia ketahui. Dunia yang sepertinya jika ia ada disana sendirian, ia tidak akan mampu bertahan.
"Sya... sejak kapan?"
"Sejak ayah pergi untuk selamanya," mulut Yasya mengucapkan kalimat barusan secara reflek. Sebelum ia sadar bahwa ia salah karena sudah memberitahu orang asing tentang semua ini.
"Sya, gimana kalau...."
"Ga... mending sekarang lo pergi."
"Gak."
"Kenapa sih lo itu bersikeras banget pengen masuk ke dunia gue?! Setelah lo liat dunia gue barusan, kenapa sih lo gak menjauh aja?!! Dunia gue udah gelap, Ga. Jadi tolong jangan ganggu gue."
"Justru, setelah gue tahu dunia lo tadi, gue makin mau memasuki dunia lo itu. Gue tahu lo butuh temen dalam menghadapi semuanya, kan?"
"Enggak."
"Udah deh Sya. Lo jangan..."
"Udah deh Ga. Mending lo menghilang dari dunia gue, atau gue yang menghilang!" Yasya berdiri dari tempat duduknya.
"Yasya!" ucap Saga dengan tangan yang langsung memegang erat lengan Yasya.