Pagi pagi sekali, Yasya dan Dimas bersiap siap untuk sarapan. Mereka meletakkan makanan yang sudah dimasak Yasya ke atas meja.
"Dim, nanti gue nitip tolong fotokopi in ya," ucap Yasya sambil meletakkan air putih yang dibawanya.
"Oke."
"Oh iya. Gue mau jenguk ibu. Lo mau ditungguin atau gue sendiri aja?"
"Lo sendiri aja lah kak. Gak apa apa."
"Oh ya udah. Gue berangkatnya agak pagi."
Mereka pun mulai makan berdua seperti hari hari kesepian lainnya. Hanya berdua. Biasanya, ketika keluarga masih lengkap. Meja itu riuh oleh obrolan obrolan menyenangkan atau berebut lauk pauk. Tapi sekarang, hanya berdua. Sepi bahkan lalat pun enggan untuk menghampiri meja makan yang sudah lama membusuk itu.
Tok tok tok... pintu rumah Yasya diketuk. Yasya menyuruh Dimas untuk membukanya. Dimas pun berjalan ke arah pintu dan langsung membukanya. Disana tampak seorang laki laki bertubuh besar, deengan rambut belah pinggir yang tertata rapi, memakai kemeja kotak kotak, celana jeans dan membawa sebuah tas.
"Siapa?" tanya Dimas.
"Saga. Ini bener kan rumahnya Yasya?"
"Oh. Lo mas mas yang semalam itu ya? Masuk, masuk."
Saga pun berjalan masuk kedalam rumah bersama Dimas. Sambil berjalan kearah meja makan, Dimas berteriak pada kakaknya, "Kak. Ada gebetan lo tuh!" teriak Dimas.
Saat Yasya melihat seseorang yang berjalan mengikuti Dimas, ekspresinya langsung berubah marah. Yasya berjalan kearah Saga dengan cepat. Lalu ia tarik tangan Saga agar ia ikut berjalan keluar. Dimas yang melihat hal itu hanya menatap heran dan berjalan melenggang ke meja makan.
Didepan pintu, Yasya langsung memarahi Saga dengan suara pelan.
"Lo ngapain kesini sih? Gue udah bilang kan jangan dateng lagi ke kehidupan gue, oke?! Lo gak tahu bahasa indonesia atau gimana? Oke gue jelasin pake bahasa sunda. TONG DATANG DEUI KANA KAHIRUPAN SIM KURING, SAGA... KADANGU?!" tegas Yasya menekankan kalimat bahasa sundanya yang 'berarti jangan datang lagi ke kehidupan gue, Saga. Kedengeran?!'
Saga hanya tertawa kecil, "lo lucu deh kalau ngomong bahasa sunda gitu. Denger ya. Gue kesini karena mau nagih utang, makan berdua sama lo. Dan sebelum utang itu dibayar, gue akan terus gangguin lo."
"Oke. Kalau utang itu dibayar lo akan berhenti gangguin gue?"
"Iya. Dan gue akan mulai menjadi teman baik lo, membantu lo ketika susah, dan berusaha menghilangkan kesedihan lo. Oke?" tegas Saga dengan suara pelan dilanjutkan dengan membuka pintu dan masuk kembali kedalam rumah.
Yasya hanya menatapnya sinis. Sambil berjalan masuk, ia menggelengkan kepala dan mengusap keningnya. Ia tidak paham lagi dengan laki laki asing itu. Laki laki yang semula membencinya tiba tiba berubah menjadi aneh.
Yasya pun mempersilakan Saga untuk ikut makan. Saga pun segera duduk dan ikut memakan makanan yang ada diatas meja bersama Yasya dan Dimas. Yasya tidak peduli lagi sehabis itu. Ia memilih untuk fokus bermain HP daripada harus berurusan dengan si buta ijo itu.
"Mas, sejak kapan kenal sama kakak gue?" tanya Dimas pada Saga.
"Sejak SMP sih. Tapi dulu gak terlalu kenal gitu."
"Apaan sih Dim lo tanya-tanyain dia segala? Mending lo cepet makan habis itu berangkat, nanti telat," tukas Yasya.
"Gue kan kepo, sebagai adik lo yang kelak akan menjadi wali jika lo menikah. Gue harus tahu asal usul dari laki-laki yang deket sama lo," jelas Dimas dengan nada ceramah.
"Dih sok banget lo! Lagian dia itu bukan siapa-siapa gue."
"Gak percaya gue. Sejak kapan ada cowok yang lo ajak ke rumah? Sekalinya ada, berarti dia pasti orang spesial kan?" tanya Dimas dengan alis yang naik turun.
"Gini Dimas, gue itu emang bukan siapa siapanya Yasya," jelas Saga.
"Tuh lo denger kata buta ijo ini oke?"
"Tapi bentar lagi dia juga mau," Saga terkekeh.
"Tuh kak. Lo denger kata mas mas ini. Oke?"
"Hhhh," Yasya mendengus kesal sambil memukul piringnya dengan sendok.
"Ah lo kebiasaan kalau marah mukanya suka kelipet kayak baju belum disetrika!" tukas Dimas sambil tertawa membuat Saga juga ikut tertawa.