Rumah Tak Berpintu

imajihari
Chapter #1

Bab 1

"Gila. Cape banget hari ini astagaaaa," keluh Saga. Seorang mahasiswa yang baru menginjak semester enam. Yang sedang sibuk dengan puluhan tugas yang menumpuk. Yang sudah sangat berharap akan hari libur atau apapun yang bisa menghalanginya untuk kuliah. Ia benar benar sangat lelah.

Hari ini, ia tidak memilih jalan yang biasa ia lewati untuk menuju halte. Ia memilih jalan yang memutar agar bisa berjalan jalan sejenak. Sejak tadi, ia mengotak atik kamera yang ia pegang ditangannya. Kadang ia mengambil foto foto dari jalanan yang dipenuhi kendaraan yang berlalu lalang. Hobinya pada fotografi adalah satu satunya hal yang bisa membuatnya lebih tenang. Melihat foto foto pemandangan indah sangat cukup untuk membuat pikirannya yang sedang kalut itu lebih menenang.

Saat menengok kesebelah kanan, tepat diseberang jalan, disebuah lapangan yang luas, ada sebuah pasar malam dengan bianglala yang berputar yang memancarkan lampu berwarna warni. Juga sebuah komedi putar yang dinaiki oleh orang orang berwajah senang.

"Pas. Gue ambil foto dulu lah," ucap Saga dengan kedua telapak tangan yang menghadap kedepan.

Ia menyebrang jalan dan masuk ke dalam pasar malam itu. Ia mengambil beberapa foto yang cukup menarik. Lalu kameranya terfokus pada sebuah tenda. Tenda berwarna merah gelap dengan papan yang bertuliskan "Cari Tahu Masa Depanmu".

Usai memotretnya, saga berjalan mendekat ke arah tenda itu, "Zaman sekarang masih ada peramal? Heh," Saga terkekeh. Sebagai seseorang dengan prestasi baik semasa sekolah, ia tidak percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Apalagi ramalan semacam zodiak, atau garis tangan. Baginya itu hanya bualan.

Tapi entah kenapa, tenda itu begitu menarik perhatiannya. Ia seperti tertarik untuk masuk ke dalam sana.

"Yaudahlah. Hiburan doang. Seru kali diramal gitu," Bisiknya pelan.

Perlahan Saga berjalan mendekati tenda itu. Ia membuka tenda itu perlahan dan masuk ke dalam. Didalam tenda itu, ia menahan tawa. Ia melihat seorang perempuan dengan penampilan yang sangat nyentrik. Pakaian yang warna warni seperti seluruh warna cat ada dalam bajunya.

"Fiks. Ini peramal bodong," tukasnya pelan.

Ia duduk di depan peramal itu sambil mencoba menahan tawa.

"Mau diramal apa? Karir? Jodoh? Kematian?" Tanya sang peramal dengan suara berat.

Buset. Serem banget.

"Jodoh. Soalnya saya udah jomblo bertahun tahun nih. Kira kira kapan ya saya ketemu sama jodoh saya? Dan siapa jodoh saya itu?" Tanya Saga sedikit bercanda.

Tanpa basa basi, sang peramal menjawab dengan lugas, "Besok. Di depan gerbang. Perempuan kesepuluh yang kamu temui. Dia adalah jodohmu."

"Hah? Gitu doang?"

"Simpan uangnya dalam kotak. Terima kasih sudah datang," ujar peramal itu.

Saga berjalan keluar. Ia menyesal telah masuk kesana. Peramal itu hanya meramal beberapa detik. Tapi ia minta bayaran yang membuat Saga tercengang. Tapi ia jadi berpikir. Apakah benar ia akan bertemu jodohnya besok?

Ya. Gue buktikan aja besok. Siapa tahu jodoh kan?

Saga berlalu pulang tanpa memikirkan ucapan siperamal itu. Lagipula, mungkin sebuah ramalan jadi kenyataan itu karena sugesti kita sendiri. Karena kita memikirkan ramalan itu benar, jadi perlahan tapi pasti ramalan itu menjadi nyata.

Ramalan itu terwujud karena sugesti doang. Kalaupun peramal itu benar benar bisa meramal, kenapa dia enggak kerja di BMKG aja. Biar bisa meramal bencana yang akan terjadi beberapa tahun kedepan, jadi semua orang bisa bersiap siap. Pikir Saga.

***

Esoknya, Saga benar benar menunggu di depan gerbang. Meskipun percaya pada sebuah ramalan itu konyol, tapi ia tetap penasaran, siapa wanita yang diramalkan itu. Ramalan itu berhasil membuatnya terhipnotis. Ia sangat tidak sabar menunggu wanita yang berlalu lalang.

"Apaan sih, Ga? Lo percaya sama ramalan murahan kayak gitu? Udahlah kekelas aja!" tukas Saga pada dirinya sendiri. "Eh gak apa apa lah. Liat doang. Abis itu kekelas."

Lagi lagi rasa penasarannya berhasil menguasainya. Entahlah. Ramalan itu terus terngiang dikepalanya. Ia memutuskan untuk mencari tahu. Setelah tahu siapa yang diramal, cukup. Ia tak perlu mengikuti ramalan itu lebih dalam.

"Wanita kesepuluh. Wanita kesepuluh. Nah itu udah ada cewek pertama masuk!" ujarnya.

"Satu...."

"Dua.... tiga....."

"Empat...."

Lihat selengkapnya