Rumah Tangga

Chanty Romans
Chapter #1

PROLOG

Ilham Al Insani

****

Rumah tangga itu....

Kata-kata yang hampir setiap hari selalu menjejali pikiranku. Entah itu Abi-ummi, atau orang-orang di sekitar, rasanya mereka tidak pernah bosan untuk bertanya; kapan aku menikah, kapan mengenalkan calon istri, dan kapan aku siap berumah tangga. Ah, entahlah! Mereka pikir menemukan jodoh dan pendamping hidup semudah order barang ke bukalapak. Tinggal nyalain wifi, kemudian search barang yang disuka, melakukan pembayaran, dan tinggal menunggu barang dikirim. Kalau mencari jodoh segampang itu, rasanya aku juga mau order, bahkan lebih dari satu. Pasti syaduh sekali, kan!

Rumah tangga itu...

Siapa sih yang tidak ingin? apalagi secara umurku terbilang cukup matang, bahkan bisa dibilang kelewat matang. Asal tidak busuk saja ya, semua masih oke kok. Tiga puluh empat tahun, menurut mereka umurku terlalu tua untuk usia lelaki lajang. Peduli apa dengan omongan orang. Yang penting aku selalu happy dan tidak menyusahkan orang lain. Betul tidak?

Lain di rumah yang selalu direcoki abi-ummi bahkan sampai adikku yang paling cerewet, agar aku secepatnya membawa calon istri ke hadapan mereka. Beginilah kira-kira rentetan kalimat penuh tendensi itu;

"Ilham, ingat umur. Kapan kamu mau mengakhiri status jomlomu itu?" kata-kata ummi memang terdengar sadis di telingaku. Apalagi saat nyonya Fariz itu menekankan kata "jomlo" ah, sudahlah. Memikirkannya membuatku malah bertambah pusing saja. Yang penting kan Jofisa--Jomlo Fiisabililah.

"Abang Ilham ini, sudah tua lho! kenapa sih belum menikah juga? jodoh itu dicari Bang! dikejar, bukan pasrah. Jangan kayak perempuan dong, masa nunggu dilamar. Ntar keburu jadi kakek-kakek, Bang Ilham nggak kebagian nikmatnya surga dunia." telingaku rasanya berdengung, sakit, saat mendengar ocehan Liliput, eh, Illyana- adik perempuanku satu-satunya. Lihat saja. Sombong sekali dia, mentang-mentang dulu menikah muda dan melangkahiku.

Tidak cukup ceramah mama Dedeh dan Ustadza Oky kawe, eh maksudku, ummi dan Illyana. Tetapi kembaran ustaz Maulana hari ini juga ikut-ikutan menyerangku, "Ingat Ilham, menikah itu hukumnya sunnah muakad, sunnah yang sangat dianjurkan untuk segera dilaksanakan. Apalagi jika sudah mapan dan siap, mau menunggu apalagi? Abi saja dulu menikah dengan ummi-mu waktu umur 25 tahun." Abi juga ikut-ikutan menjejali otakku dengan doktrin menikah padaku. Hei, aku anak laki-laki, kenapa kalian begitu cemas. Sudah seperti Atheis saja, yang tidak mempercayai adanya Tuhan. Jodoh, rejeki dan maut, semua kan sudah diatur sama Allah, kenapa pula harus dipusingkan. Aku menggerutu sendiri karena kesal.

Itu di rumah, lain lagi di kantor. Rasanya semua orang menjadi sangat peduli dan antusias jika sudah membahas diriku sebagai topik utamanya. Tidak sekali dua kali, telingaku mendengar slentingan yang kurang mengenakkan, atau juga bahkan godaan para karyawati kantor tempatku bekerja, karena mereka pastinya mendengar kabar tentang diriku yang masih melajang.

"Pak Ilham serius masih jomlo? nggak ada rencana buat cari calon istri gitu? gue juga nggak bakal nolak kalau misalnya pak Ilham mau."

Sintya yang ku tahu seorang staff acoounting berkata dengan sangat frontal saat aku tak sengaja melewati gerombolan para karyawati yang sedang makan siang di kantin.

Atau slentingan lainnya seperti....

Lihat selengkapnya