Setelah mengobrol dengan Saniya selama sepuluh menit via telepon, sang guru mengajaknya ke lapangan. Beliau bilang, "Untuk sekarang, kami tidak akan memanggil ibumu. Tapi, jika nanti kamu terlambat lagi, kami akan langsung memintanya datang kemari."
Kini mereka sudah berada di lapangan serbaguna sekolah yang cukup luas yang biasa dipakai untuk upacara, basket, dan juga voli. Di sisi kanan untuk lapangan basket half court dan sisi kiri untuk dua lapangan voli.
"Lari kelilingi lapangan ini tiga kali. Setelah itu, baru boleh masuk kelas."
Bintang menghela napas berat. Lari lagi, batinnya.
"Seluruh lapangan, Bu? Sampai ujung sana?" tanyanya, kepalanya menoleh ke sisi kanan lapangan.
Bintang kembali berbicara saat gurunya mengangguk. "Tapi di sana kan sedang dipakai olahraga, Bu. Yang ada nanti saya mengganggu KBM mereka."
"Ya, sudah. Sampai situ saja, dekat garis lapangan basket," putus Yuli sambil menunjuk titik yang ia maksud. "Tapi larinya jadi lima kali putaran."
Bintang hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan pasrah. Ia melepas tas punggungnya sambil melirik anak-anak kelas lain yang sedang asyik berolahraga. Beberapa dari mereka tampak melihat ke arahnya.
"Ayo, cepat, Bintang!"
"I-iya, Bu," jawabnya gelagapan.
Tanpa membuang waktu lagi, Bintang mulai berlari mengelilingi lapangan.
Dua menit berlalu dengan lambat. Dari tempat semula, Yuli masih memantau setiap gerakan Bintang. Ia ingin memastikan bahwa muridnya benar-benar melaksanakan hukuman yang diberikan. Perhatiannya beralih sejenak ke arloji yang ada di pergelangan tangannya, sebelum akhirnya dia berseru memanggil seseorang.
"Gamma!"
Mendengar namanya dipanggil, siswa yang sedang asyik mendribel bola basket langsung menoleh. Dengan cepat, dia melempar bola ke temannya. Siswa bertubuh jangkung itu segera berlari mendekati sang guru yang berada di pinggir lapangan.
Sementara itu, Bintang berlari sambil memperhatikan keduanya. Entah apa yang dibicarakan hingga membuat pemuda itu menoleh ke arahnya. Keduanya saling tatap beberapa detik, hingga akhirnya Bintang memutuskan untuk menundukkan kepala. Saat dia mendongak, Bu Yuli sudah tidak ada di sana dan pemuda itu berlari menuju teman-temannya.
Bintang berhenti berlari di dekat garis lapangan basket. Ia menunduk, kedua matanya terpejam. Wajahnya pucat pasi dengan napas berderu kencang.