Jarum jam menunjukkan pukul 15.30 saat Bintang sampai di rumah. Ia melepas sepatu seperti biasa. Membuka pintu, lalu melangkah masuk, menyapa keheningan yang menyambutnya. Rumah itu terasa sepi, hanya suara detik jam yang terdengar jelas. Ibu tirinya yang bekerja di butik, belum pulang.
Bintang menaruh tas di kursi belajarnya. Tangan kanannya menyentuh punggung kursi, sementara yang kiri menyentuh kepala belakangnya. "Kok cenut-cenut lagi ya?"
Kepalanya menunduk, kedua matanya memejam erat, dahinya mengerut, mencoba menahan nyeri yang tiba-tiba kembali muncul. Ia menarik napas panjang dan mengembuskan pelan.
Setelah merasa nyeri kepalanya mereda, Bintang menegakkan tubuhnya. Kemudian, ia berjalan ke kasur, mengambil handuk yang tadi pagi ia lempar sembarangan. Disampirkannya benda putih itu ke bahu, lalu merapikan kasur yang sejak pagi ia biarkan berantakan.
Setelah mengganti seragam dengan pakaian rumah, ia bergegas beberes rumah. Tak banyak yang ia kerjakan, hanya menyapu dan membersihkan tempat atau barang yang berdebu.
Saat matahari mulai terbenam, langit berubah dari oranye ke biru gelap, Bintang mulai memasak dengan bahan seadanya. Setelah beberapa saat, ia duduk di meja makan, menikmati makan malam sederhana yang baru saja ia siapkan.
Tiba-tiba tangan Bintang berhenti menyendok saat mengingat sesuatu. "Siapa yang minta maaf? Apa orang yang ngenain bola ke kepalaku?"
Tangannya kembali bergerak, memasukkan sesuap nasi ke mulut. Makanan di piringnya tinggal sedikit, tapi juga habis. Ia lebih banyak melamun daripada mengunyah.
"Gamma!"
"Tangkap Gam!"
Bintang berdecak sambil meletakkan sendoknya. "Kenapa malah ingat itu nama."