Ini yang terjadi di malam tahun baru:
Aku mencoret angka 31 dengan spidol di halaman terakhir kalender 2023. Papa menurunkan kalender itu dari meja dan meletakkan kalender baru. Kalender kami sangat bagus. Ada gambar-gambar rumah selain angka-angka dan nama-nama bulan. Papa bilang kalender itu pemberian kantornya, makanya ada tulisan ‘Home Win Home’ di halaman depan kalender. Itu nama kantor tempat Papa bekerja. Malam tahun baru kali ini Papa libur bekerja dan kami berjanji merayakan malam tahun baru bersama. Aku sampai melompat-lompat dan menari-nari karena terlalu girang.
Papa melihat-lihat isi kulkas dan berkata padaku, “Julie, pergilah mandi. Habis ini kita jemput Mama dan belanja bersama.”
“Jimmy ikut kan?” tanyaku.
“Ya. Nanti kita jemput Jimmy ke lapangan,” kata Papa.
Aku masuk ke kamarku. Lalu, ke kamar mandi dan mandi secepat-secepatnya. Aku memilih kaus biru dan celana abu-abu. Aku mengambil parfum Jimmy dan menyemprotkannya sedikit ke pakaianku. Aku menyisir rambut. Rambutku pendek sebahu. Mudah disisir. Cepat dan singkat. Tidak perlu diikat. Aku mengambil tas rajut kecil dan melingkarkan talinya ke tubuhku. Aku memasukkan Rosie ke tas. Setelah itu aku menemui Papa di ruang tamu.
“Aku udah siap, Pa!” kataku. “Ayo kita pergi.”
“Cantiknya anak Papa,” puji Papa. Aku malu tapi senang. Aku menggoyang-goyangkan badan ke kanan dan ke kiri sambil tersenyum lebar.
“Tapi, nggak boleh bawa Rosie ya,” kata Papa.
“Kenapa nggak boleh?” tanyaku, agak kecewa.
“Kalau kamu ada pertanyaan, tanya ke Papa aja,” balas Papa.
“Papa nggak bisa jawab semua pertanyaanku,” aku bilang, “Rosie bisa.”
“Jangan sering-sering berteman dengan Rosie. Cara bicaramu udah kayak Rosie benaran tuh. Kamu nggak boleh menirunya. Dia robot. Kamu manusia,” kata Papa.
“Memangnya siapa yang boleh aku tiru?” tanyaku.
Papa diam. Dia menggaruk kepala. Aku juga diam. Aku menunggu jawaban Papa. Tetapi Papa mengambil kunci mobil di meja dan berkata, “Ayo kita jemput Jimmy dulu.” Papa berjalan ke pintu.
“Aku bawa Rosie, ya?” kataku, mengejar Papa.
“Ya, ya. Terserahlah.”
“Yes!” Aku bersorak. Senyumku langsung lebar. Aku naik ke mobil Papa.
Kami melewati rumah-rumah lain di perumahan tempat kami tinggal. Lalu, tampaklah lapangan bola. Setelah itu lapangan basket. Jimmy dan teman-temannya masih main basket. Seragam basket Jimmy warna kuning. Ada nama Jimmy di punggung baju beserta angka 11. Papa menghentikan mobil di pinggir lapangan dan mengklakson sebanyak dua kali.
Aku membuka kaca jendela dan berteriak, “Abang!” Aku melambai-lambaikan tangan. “Ayo kita pergi jemput Mama dan belanja,” kataku, sedikit keras.
Jimmy menoleh padaku dan mengacungkan jempol. Dia kemudian berhenti main basket. Dia bicara pada teman-temannya. Lalu, dia meninggalkan lapangan. Dia membawa botol minumnya yang sudah kosong. Aku buka pintu mobil biar Jimmy bisa masuk. Kami duduk di jok belakang bersama. Papa menjalankan mobil kembali.
***
Papa berhenti di toko karpet di pinggir jalan. Tadinya kami tengah menuju rumah sakit tempat Mama bekerja. Papa mengajak kami singgah ke toko karpet terlebih dahulu. Aku dan Jimmy turun dari mobil lalu mengekori Papa ke dalam toko. Ada banyak karpet yang dijual di sana.
Aku bertanya pada Papa. “Papa beli karpet untuk apa?”
“Ada deh,” kata Papa, sok rahasia. Aku mencibir. Aku tidak suka kalau orang bilang ‘Ada deh’ dan tidak memberitahuku jawaban dari pertanyaanku.
“Julie suka warna apa?” tanya Papa.
“Biru dong,” jawabku. “Warnanya bagus.”
Papa lalu bertanya pada Jimmy, “Karpet biru mana yang bagus, Jim? Coba pilihkan dong,” suruhnya.
Jimmy diam agak sebentar sambil melihat-lihat jejeran karpet warna biru. Lalu, dia menunjuk satu karpet. “Itu aja. Yang polos. Birunya laut, bukan langit.”
Papa membeli karpet itu. Papa menyebutkan ukuran pada Kakek Penjual Karpet: lebar dua meter, panjang lima meter.
Aku dan Jimmy masuk ke mobil kembali. Papa menaruh karpet yang sudah dia beli ke garasi mobil. Setelah itu, Papa kembali menyetir mobil.
Kami menjemput Mama ke rumah sakit. Rupanya Mama sudah menunggu di pos satpam dekat parkiran. Mama masuk ke mobil dan duduk di depan di sebelah Papa. Mama mengambil HP-nya dari dalam tas, dan untuk beberapa saat Mama hanya sibuk main HP.
Kata Rosie, HP merupakan singkatan dari handphone (ini bahasa Inggris!), dan bisa juga disebut ponsel. HP adalah alat komunikasi seperti bertelepon dan berkirim pesan, bisa juga merekam gambar dan suara atau mendengar musik dan menonton video YouTube. Pokoknya banyak banget gunanya. Aku bakalan dikasih HP sama Mama setelah masuk SD nanti, yuhuuu!
Tiba-tiba Mama mengarahkan kamera HP pada kami.
“Ma!” Jimmy tiba-tiba marah. Dia berteriak. Aku pun jadi kaget.
“Aku nggak suka direkam!” kata Jimmy, keras banget.