RUMAH TANPA RUANG

Lia Seplia
Chapter #14

14: Selidik-Selidik

Enna dan Ruri mendatangi rumah Mami Wina dan mengajakku main boneka dan masak-masak. Ruri sudah menata mainan masak-masaknya di teras rumah Mami Wina. Enna datang bersama bonekanya, sebuah penguin warna ungu. Aku tahu penguin berwarna hitam-putih, tetapi yang Enna miliki warnanya ungu dan putih. Enna sedang minum teh bersama penguinnya (pura-pura minum teh, bukan minum teh betulan). Ruri sebagai koki menyiapkan pasta yang dipesan Enna (hanya pura-pura mengaduk mi mainan di panci mainan).

“Bonekaku ketinggalan di rumah,” akuku pada Enna dan Ruri. “Aku ambil dulu, ya.” Aku memakai sandal lalu berlari ke seberang.

Pagar rumahku tidak dikunci. Aku masuk dengan mudah. Pintu rumahku juga tidak dikunci, jadi aku masuk saja. Aku melewati ruang tamu menuju kamar. Aku buka pintu kamar. Aku naik ke ranjang atas dan mengambil Garfield. Aku turun lagi. Aku keluar kamar lagi. Aku mencium bau harum cokelat dari dapur. Jadi, aku berbelok ke dapur dan memeriksa bau apa itu. Rupanya nenek membuat kue. Kue apa aku tidak terlalu tahu karena masih berbentuk adonan. Tapi aku rasa nenek sedang membuat biskuit cokelat kesukaan Papa.

Nenek menyadari keberadaanku di rumah. Dia memandangiku sambil terus mengaduk adonan kue. Aku sembunyikan Garfield di belakang punggungku. “Kue apa itu?” tanyaku, memberanikan diri. Soalnya kayaknya enak.

“Kue cokelat tiramisu,” jawab Nenek. “Julie mau?”

Aku mengangguk. “Nanti bawain ke rumah Mami Wina, ya,” kataku.

“Hahaha.” Nenek malah tertawa. “Enaknya jadi anak-anak. Kayak nggak terjadi apa-apa aja. Cepat lupa,” ujar Nenek.

Aku tidak mengerti maksud perkataannya. Biarkan sajalah. “Aku main dulu, ya,” kataku, lalu bergegas pergi.

Aku kembali ke rumah Mami Wina. Aku bergabung dengan Enna dan Ruri di teras. Kami main boneka dan masak-masakan. Khusus hari ini, Ruri adalah koki restoran sedangkan aku dan Enna adalah pembeli. Aku memesan pasta dan es kopi untuk Garfield. Ruri memintaku menunggu.

“Gimana kalau mereka berdua menjadi anak kita saja?” Enna memberi usul. “Penguin anak cewek kita, dan Garfield anak cowok kita,” katanya.

“Boleh deh,” aku mengangguk. “Siapa yang jadi mama dan siapa jadi papa?” tanyaku. Aku tahu seharusnya yang jadi mama adalah perempuan dan yang menjadi papa adalah laki-laki. Karena kami perempuan semua kadang-kadang kami harus berpura-pura menjadi laki-laki juga. Misalnya menjadi Pak Satpam (harus laki-laki kan), atau menjadi Pak Tukang Bengkel (belum pernah aku lihat Bu Tukang Bengkel).

“Kamu Mama aja deh, biar aku yang jadi Papa,” kata Enna.

Aku berpura-pura kalau Penguin dan Garfield adalah anak-anak yang sedang kami ajak makan bersama di restoran. Karena aku Mama, aku sering cerewet dan menyuruh-nyuruh. Aku elu-elus mereka. Aku marahi juga mereka. Kalau mereka duduk dan makan dengan tenang, aku puji-puji—oh, pintarnya. Kalau mereka membuang makanan, aku memelototkan mata dan mengomel-ngomel.

Karena Enna menjadi Papa, dia sibuk bekerja. Dia berpura sedang rapat daring memakai tablet dan berbicara menggunakan HP mainan. Dia lebih sering berbicara menggunakan bahasa Inggris. Dia mengabaikan Penguin dan Garfield. Sesekali dia berlagak minum teh. Sesekali dia memukul Penguin dan Garfield lalu bilang, “Jangan sentuh pekerjaan Papa. Pergi sana! Papa sibuk.”

Ruri sebagai koki meminta bayaran atas makanan yang kami pesan. Aku berpura mengeluarkan kartu pembayaran dari dompet. Enna berpura membayar menggunakan uang tunai dan bilang, “Ambil saja kembaliannya.”

Lagi asyik-asyiknya main, Jimmy keluar rumah dan menemuiku di teras. Dia terbelalak melihat Garfield sedang makan pasta dan minum es kopi mainan.

“Lho? Kok bonekamu bisa di sini?” tanya Jimmy, lalu mengambil Garfield.

“Aku ambil tadi di rumah,” jawabku.

“Apa kata nenek?” tanya Jimmy lagi.

“Nenek lagi bikin kue,” aku melapor.

Jimmy lalu mengguncang-guncang Garfield. “Masih berat. Duh. Syukurlah,” katanya, seraya tersenyum lega. Dia bicara lagi padaku. “Julie, cepat mandi. Aku sama Mami Wina mau ke rumah sakit,” jelasnya.

“Siapa yang sakit?” balasku.

“Nggak ada.” Jimmy menggeleng. “Mami mengajak kita ke kantor Mama.”

Aku buru-buru berdiri. “Aku ikut!” kataku.

“Cepatlah mandi. Ganti bajumu,” suruh Jimmy.

Lihat selengkapnya