RUMAH UNTUK BAPAK

SISWANTI PUTRI
Chapter #15

15

"Bapak Ayah kandung Ina dan Ari?" Kebisuan Santoso buyar saat orang yang tadinya dia perhatikan terlihat menghampirinya. Dan sekarang putrinya dan dua orang itu kini sudah berdiri di depannya dengan pandangan berbeda.

"Iya, Mas. Dia bapak Ina dan Ari, waktu itu kami bertemu di pedagang sayur. Beliau bertanya di mana letak makam Ida," celetuk Bu Hanum, menjawab pertanyaan suaminya karena Santoso tak kunjung memberikan jawaban.

"Kalau begitu perkenalkan nama saya Asri, saya suami Hanum." Uluran tangan itu diterima oleh Santoso, mereka berjabat tangan beberapa saat, sebelum instruksi dari seseorang yang ingin menebang pohon berseru dan menyuruh mereka menjauh dari rumah. Takut ketiban.

"Tunggu sebentar." Pak Asri menjawab cukup keras, mencoba menjeda pekerjaan yang baru saja akan dilakukan penebang pohon itu. Matanya sejak tadi mencari keberadaan Ari. "Oh iya, di mana Ari?"

"Aku di sini," celetuk Ari, sudah siap dengan seragam sekolahnya yang melekat. Dia pun berlari keluar rumah menghampiri Pak Asri yang setiap pagi menunggunya. Memberi tumpangan berangkat ke sekolah menggunakan mobil yang kini sudah terparkir di pinggiran jalan.

"Kalau begitu ayo, Nak. Takut terlambat. Sayang aku pergi dulu, Pak Santoso saya pergi dulu dan Ina, Bapak sama Ari berangkat dulu." Pak Asri mengecup kening Bu Hanum, mengelus kepala Ina kemudian mengangguk sopan pada Santoso. Setelahnya dia dan Ari berjalan bersisian menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan. Terlihat seperti ayah dan anak karena candaan pun masih terdengar dari mulut mereka.

Semua itu tak luput dari pandangan Santoso, kepalanya menunduk melihat betapa cocoknya dua buah hatinya bersama pasangan suami istri itu. Mereka terlihat selayaknya keluarga harmonis, bahkan jauh lebih cocok dibandingkan dirinya yang merupakan ayah kandung yang mewariskan dari yang sama di tubuh Ina dan Ari. Pada akhirnya perannya sebagai ayah sudah digantikan.

"Ayo, Pak. Pohonnya mau ditebang. Kita minggir dulu, takut ketiban kalau kita di sini." Bu Hanum mengintruksi Ina dan Santoso untuk menjauh dari rumah.

"Iya." Baru saja ingin menggerakkan kursi roda, Ina lebih dulu mendorong dari belakang. Santoso tersenyum tipis mendapat perhatian dari putrinya untuk kesekian kali. Ina dan Ari sudah berhasil menjadi anak yang berbakti, sedangkan dirinya jauh dari kata ayah sempurna. Dulu dia gagal, apa sekarang dia pun gagal?

"Apa gak apa-apa Bu kalau pohonnya ditebang semua? Padahal yang ku maksud dahannya aja, yang menjulang ke atap rumah," tutur Ina seketika, tak bisa disembunyikan kalau saat ini rasa khawatir tiba-tiba menjalar. Bukan ini yang dia inginkan, Ina hanya meminta untuk dahannya saja yang dipotong.

Bu Hanum tersenyum tipis, mengelus kepala Ina penuh sayang sebagai tindakan penenang. "Gak apa-apa, Nak. Lagipula kalau dibiarin bahaya juga. Ibu udah bilang ke Bu Wiwin kok masalah ini. Jadi kamu gak perlu khawatir."

Walaupun begitu, Ina masih saja tak tenang. Apalagi ini bersangkutan dengan Bu Wiwin. Semua orang tau jika Beliau adalah orang yang perhitungan, apalagi ini berhubungan dengan pohon mangga miliknya, pohon yang bisa menghasilkan uang karena buah mangga ini selalu saja di borong oleh langganannya.

Jika ditebang! Pasti akan merugi.

"Kamu mikirin apa, Nak?" tanya Bu Hanum, menyadarkan kediaman Ina yang sibuk melamun memikirkan sosok Bu Wiwin.

"Bukan apa-apa, Bu."

Bu Hanum terlihat mengangguk sebagai jawaban. "Kalau gitu Ibu pulang dulu ya, Nak. Kalau butuh apa-apa temui Ibu, gak boleh sungkan apalagi gak enakan ya?"

"Iya, Bu." Ina hanya mampu memberikan senyum terbaiknya pada sosok di depannya. Bahkan saat Bu Hanum sudah melangkah pergi, Ina masih saja tak melepaskan pandangannya, bahkan saat sosok itu sudah menjauh dari pandangan netranya masih saja menyorot punggung itu. Bu Hanum berhasil menjadi ibu kedua untuknya, saat ibu sesungguhnya sudah diambil sang pencipta.

"Nak." Santoso juga seperti itu, sama seperti sosok bernama Bu Hanum dan Pak Asri. Dia sangat menyayangi anak lain sampai menelantarkan buah hatinya.

Santoso tak mau kesalahan yang diperbuat di masa lalu dilakukan juga oleh mereka berdua. Sosok Bu Hanum dan suaminya begitu menyayangi Ina dan Ari, bagaimana kalau anak mereka cemburu?

"Nak."

"Iya?"

"Mulai sekarang kamu dan Ari jangan dekat dekat dengan mereka lagi." Ini memang terkesan tak adil, tapi Santoso tak mau anak yang lain ikut merasakan ditelantarkan karena orang tuanya menyayangi anak lain.

Lihat selengkapnya