RUMAH UNTUK BAPAK

SISWANTI PUTRI
Chapter #20

20

"Bubu, kenapa tinggal di sini?" 

Ina memeluk tubuh Lili dari belakang, mengangkatnya tinggi-tinggi seraya menggoyang-goyangkan tubuh kecil itu seperti kebiasannya saat merawat Ari waktu kecil. Mengingat tentang Ari, sepertinya adiknya terlihat bingung sekarang ini. Terbukti Ari yang tengah berdiri menatap ke arahnya dengan pandangan tanya seolah berkata dia anak siapa, Kak?

"Bubu kok gak jawab Lili, Bubu kenapa tinggal di sini? Kenapa gak tinggal sama ayah sama Lili di rumah, sama Sus juga?" tanya Lili penasaran, setelah sempat tertawa bahagia dibuat berputar dalam gendongan yang mengangkat tubuhnya.

"Kan emang Kakaknya tinggal di sini." Bukan Ina yang menjawab, tapi suster Lili lah yang menjawab dengan suara lembut. Senyum dibibirnya pun terbit dengan pandangan ramah ke arah majikan mudanya. Lili itu tak bisa dibentak.

"Bukan kakak, tapi Bubu." Marah Lili.

"Iya sayang maaf, Sus minta maaf."

"Bubu ikut kan ke rumah Lili? Bubu gak akan tinggalin Lili lagi kan? Lili gak mau ditinggalin Bubu lagi loh kayak waktu Lili tidur." Rentetan kalimat panjang keluar dari bocah mungil nan menggemaskan ini. Ina tersenyum tipis dibuatnya, sekarang dia pun mengelus rambut dikepang dua milik Lili dari samping, setelahnya menatap suster yang berdiri di sampingnya.

"Maaf, Mbak. Takutnya Lili dicari dokter Rendi. Sebaiknya Lili diajak ke mobil aja, kasihan ayahnya nyariin."

"Enggak mau, Lili mau sama Bubu," potong Lili, seraya mengeratkan pegangan di leher Ina yang masih menahan bobot tubuhnya yang lumayan berat karena agak berisi.

Ina kembali terdiam, dia hanya takut dokter Rendi mencari mereka berdua. Apalagi suster mengatakan dia hanya mengajak jalan-jalan sebentar, tapi sekarang keduanya malah di rumahnya seperti ini. Belum lagi Lili yang sejak tadi tak mau jauh darinya.

"Mau sama Bubu, mau sama Bubu ...." Lili mulai merengek karena tak ingin dipisahkan dari sosok yang kini menggendong tubuhnya.

"Gak apa-apa, Dek. Nanti saya telepon Pak Rendi buat ngabarin kalau kami ada di sini." Suster itu mencoba memberikan keputusan sebagai penengah.

Ina kembali menghela nafas pelan, mengusap punggung Lili untuk menenangkan. Sejujurnya dia bingung, kenapa dia bisa terjebak disituasi seperti ini. Dianggap ibu saat pertama bertemu.

"Mau sama Bubu aja ...." Kembali Lili merengek, wajah yang ditekuk menunjukkan kekesalan karena ucapan yang menyuruhnya kembali ke mobil.

"Iya." Ina mengalah, terlihat suster pun sudah melakukan panggilan telepon pada seseorang di seberang. Mungkin dia berbicara dengan dokter Rendi. Semoga saja ayah Lili bisa segera ke sini dan menjelaskan pada putrinya tentang kesalahpahaman yang terjadi.

"Kak, sebenarnya aku bingung. Kakak kenal siapa anak ini? Terus kenapa dia panggil Kakak dengan sebutan Bubu-Bubu gitu?" tanya Ari, rasa penasarannya tak bisa disembunyikan lagi setelah sempat mencerna semuanya.

"Sejak pertama kali bertemu, Lili udah panggil Kakak kayak gitu. Kakak juga gak tau kenapa." Tak ada kebohongan yang terlontar dari mulut Ina.

Ari kembali membisu, memilih menatap bocah perempuan yang kini sudah duduk dipangkuan kakaknya. Mereka memang memutuskan masuk ke dalam rumah, dan terlihat jika anak itu enggan melepaskan pelukannya.

"Bubu ikut sama Lili aja ya?"

Ina tersenyum tipis. "Gak bisa Lili, Kakak punya adik, kalau Kakak sama Lili siapa yang jagain adik Kakak di rumah?" jelas Ina dengan lembut, pandangannya tertuju pada Ari hingga Lili pun yang melihat kini menunjukkan raut cemberut.

"Bubu bukan Kakak. Ih Lili kesel deh."

Kekehan renyah keluar dari mulut Ina melihat wajah bulat itu memberenggut sebal di atas pangkuannya.

"Maaf, jangan marah cantiknya hilang."

Lili masih saja mengerucutkan bibirnya.

"Kak--maksudnya Bubu gak bisa ikut sama Lili. Bubu tinggal di sini sama Ari, dia adik Bubu jadi gak mungkin Bubu tinggalin dia di rumah." Walaupun cukup terbata, apalagi menyebut diri sendiri dengan nama Bubu, pada akhirnya kalimat itu tetap keluar dari mulutnya.

"Bubu gak mau sama Lili?" tanyanya polos.

Bocah mungil ini sangat cerewet. Dan Ina tergelitik oleh celotehan polosnya. Rasanya seperti mendapat hiburan setiap kali rentetan kalimat keluar dari bibir Lili. Sangat menggemaskan.

"Lili bisa ke sini main-main."

Lihat selengkapnya