Ada perbedaan kali ini, jika biasanya mereka hanya bertiga, kali ini ada sosok baru yang datang. Sosok yang sudah lama dinantikan oleh Santoso, siapa lagi kalau bukan Prita dan Rika. Istri dan anak tirinya yang semakin terlihat angkuh.
"Aku gak mau lama di sini, aku cuma mau nganter uang rumah ini sama kamu, Mas."
Santoso mendekatkan kursi rodanya pada Prita, posisi wanita itu masih saja berdiri, dia terlalu gengsi mendudukkan diri di atas tikar, padahal putrinya–Ina sudah menawari dengan sopan. Anaknya itu terlalu baik, bahkan pada wanita yang ikut andil menghancurkan ibunya.
"Di mana uangnya?"
Prita menyodorkan kertas gugatan perceraian ke depan. "Tanda tangani surat cerai ini." Dia sebenarnya sudah baik hati, bahkan repot-repot memberikan bagian uang padahal jika difikirkan tak perlu melakukan itu. Yah, mau bagaimana lagi, tak bisa dipungkiri kalau dia pun kasihan melihat sosok yang pernah dicintainya sampai memasang wajah putus asa.
"Berikan uang itu Prita," tekan Santoso.
Wanita berpenampilan modis itu mendengus pelan, kerutan pada wajahnya sudah terlihat diusianya yang sudah kepala empat. Walaupun begitu, wajahnya masih menawan. Mungkin karena dia cantik itu sebabnya Santoso bisa terjerat, padahal dia sendiri tau jika istrinya Ida tak kalah menawannya. Jika Prita memiliki kulit putih bersih, Ida justru memiliki kulit yang sedikit gelap. Dan itu menurun ke Ina, berbeda dengan Ari yang putih mengikuti kulitnya. Tapi tetap saja kulit dengan kuning langsatnya Ida terlihat manis.
"Ini." Tangan Prita kembali tersodor setelah mengambil uang dari dalam tasnya.
"Kamu bercanda!!" Uang yang diserahkan hanya sebesar satu juta. Padahal rumah miliknya pasti akan laku walaupun dengan harga 1 miliar, bahkan mungkin juga lebih.
"Kamu kira aku bercanda?" sinis Prita, alisnya dia naikkan sebelah, menatap dengan tatapan menantang pada Santoso yang terlihat menahan amarah.
"Tapi ini cuma satu juta Prita."
Prita mendelik. "Heh, Mas. Harusnya kamu tau diri. Satu juta itu juga aku kasih karena belas kasihanku sama kamu. Uang penjualan rumah seharusnya gak ada hubungan apapun denganmu lagi, kamu gak berhak, karena rumah itu udah sepenuhnya jadi rumahku. Jadi kamu harusnya bersyukur udah dapat segitu. Rumah itu bukan lagi hakmu." sarkas Prita.
Santoso meremas uang ditangannya yang tadi diletakkan dengan kasar di atas pahanya. Mau sepandai apapun dia dulu, ikut membantu salah satu perusahaan menjadi maju, namun sekarang kepintarannya tak ada artinya lagi.
"Kamu keterlaluan!!" Pada akhirnya hanya kalimat itulah yang keluar dari mulutnya. Tangannya terkepal dengan wajah menahan amarah.
"Gak usah terlihat menyedihkan didepanku, aku gak akan kasihan lagi sama kamu. Sudah cukup satu juta aku kasih suka rela, Kalau kamu gak mau aku bisa ambil uangnya lagi kok, Mas." Tawa angkuh seketika mengudara, mampu memantik kemarahan yang sudah berusaha ditahan oleh Santoso. Gemelutuk dari kedua gigi yang saling bertabrakan menandakan rasa kesal dalam dirinya hampir tak terbendung lagi. Semua ini, membuatnya malu, terlebih dihadapan ke dua buah hatinya yang menyaksikan dirinya seperti orang idiot.
"Ini masih lama atau enggak sih, Ma?"
Prita mengelus rambut putrinya. "Iya sayang, kita akan pergi." Pandangannya kini kembali pada Santoso. "Tanda tangani surat cerainya, aku dan Rika mau ke butik, mau shooping. Kami gak punya waktu di tempat kumuh kayak gini."
"Prita kamu---" Santoso menggeram rendah, harga dirinya hancur, namun dia tak bisa melakukan apapun pada wanita di depannya. Dia benar-benar tak berkutik di depan wanita yang dulu membuatnya terjerat begitu hebat.
"Atau kamu masih berharap aku kembali sama kamu? Maaf ya, Mas. Aku gak mau sama laki-laki kere dan juga lumpuh."
"PRITA!!" bentak Santoso.
Prita mengibaskan rambut panjangnya, lengan kecilnya pun kini berkacak pinggang menatap malas kemarahan yang tercipta di depannya. "Udahlah, Mas. Cepat tanda tangani surat cerainya."
"Aku menyesal sudah telantarin istri sebaik Ida cuma karena wanita busuk sepertimu Prita!!" Santoso tak bisa menampik rasa kesalnya, dia yang sudah menghancurkan dirinya sendiri karena mendatangkan sosok di depannya.