Setelah sembilan bulan melalukan aktivitas di bawah tenda pengungsian, akhirnya penyintas yang kehilangan rumah mendapat kabar baik hari ini. Komplek perumahan yang sebelumnya direncanakan menjadi komplek perumahan umum di relokasi kan oleh pemerintah sebagai hunian tetap bagi para penyintas bencana.
Meskipun belum rampung 100%, dengan dinding yang sudah terplester, rumah tersebut sudah aman untuk ditempatti.
Pemerintah juga mmberikan bantuan untuk membangun ulang rumah panti Bu Ratna yang rata dengan tanah karena bencana itu, dan disinlah dia sekarang. Di bangunan rumah panti yang baru, bersama anak-anak panti yang tersisa. Dia juga mengajak Sabita dan Hakim tinggal di sana. Untuk Lutfi yang akan tinggal bersama Ayahnya, rumah panti itu akan selalu terbuka untuknya kalau-kalau remaja itu ingin mampir. Lagipula rumah yang akan ditempati papa Lutfi dengan rumah panti bu Ratna masih berdekatan, hanya berbeda tiga rumah saja.
"Bu Ratna dari mana?" tanya Hakim ketika melihat wujud Bu Ratna akhirnya muncul di komplek pengungsian.
Wanita itu hanya tersenyum simpul. "Tadi mampir dulu ke makam anak-anak panti ibu," jawabnya sedih.
Melihat Hakim yang terdiam setelah mendengar jawabannya, Bu Ratna membuka suara lagu untuk balik bertanya. "Barangmu sudah siap semua?" Mereka saat ini sedang mem-packing barang yang akan di bawa ke rumah yang baru.
"Sudah."
"Sabita bagaimana?" Dia menunjuk tenda Sabita menggunakan dagu.
"Sudah selesai duluan, tapi dia pergi entah kemana tadi," jawab Hakim.
"Ke makam orang tuanya mungkin ya?" Ratna mencoba menebak, yang langsung di balas gelengan kepala dari Hakim.
"Tidak, saya liat dia minta tolong ke Lutfi tadi buat antar. Mereka pake motornya pak Edi," ungkap Hakim.
Raut wajah Bu Ratna berubah panik, entah kemana Sabita menyuruh Lutfi mengantarnya. Melihat perubahan pada ekspresi bu Ratna, Hakim mencoba menenangkan.
"Tidak usah khawatir, Bu. Sabita kan tidak sendiri, ada Lutfi ba temani dia," ujar Hakim. (Nemenin dia). Bu Ratna pun mengangguk setuju dan menepis rasa khawatirnya yang berlebihan.
*****
Lutfi memelankan laju motornya ketika sampai di komplek perumahan yang di arahkan Sabita. Mereka kini berhenti di depan salah satu rumah dengan gerbang yang menjulang tinggi.
"Kamu diem di sini saja, boleh? Aku ngga lama kok," ujar Sabita.
Walaupun logat bicara Sabita sangat berbeda dengannya, remaja laki-laki itu masih mengerti makna dari ucapan Sabita. Lutfi pun mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan gadis itu tadi.