Tiga puluh menit lagi, jam kerja Hakim pada shift pagi hari ini akan berakhir dan bertukar dengan mereka yang masuk pada shift sore. Kegiatan terakhir yang perlu diselesaikan Hakim sebelum berkemas pulang adalah mencuci gelas-gelas yang tadi sempat ditumpuknya karena kewalahan melayani pembeli.
Dengan telaten, satu persatu gelas berbahan kaca tersebut selesai dia bilas. Namun ketika membilas gelas yang terakhir, tiba-tiba Hakim merasakan nyeri di dadanya dan gelas dalam genggamannya tadi terjun bebas ke lantai dan pecahannya berserakan di sana.
Bunyi gelas yang pecah itu terdengar nyaring hingga membuat beberapa pengunjung menoleh penasaran ke arah Hakim. Kedua rekan kerja Hakim yang sedang shift pagi bersamanya tadi juga terkejut dan bergegas menghampiri Hakim yang sudah berubah posisi menjadi berjongkok karena menahan sakit.
Nyeri yang dirasakan saat ini sama persis seperti nyeri pertama kali muncul dua hari yang tiga hari yang lalu. Sepertinya Hakim tidak boleh mengabaikannya, ia harus segera kembali ke rumah sakit untuk memeriksakannya besok.
"Kau kenapa, Kim? Apa yang sakit?" tanya Bayu. Laki-laki itu menjauhkan Hakim dari beling yang berserakan agar tidak terluka.
Hakim menggeleng lemah, dan mengangkat kepalanya menatap Bayu dan Dani. "Saya tidak apa-apa," bohongnya.
"Apanya yang tidak apa-apa, kau pucat begini. Kita antar ke rumah sakit, ya?" usul Dani, yang langsung mendapat penolakan dari Hakim.
"Saya tidak apa-apa, Dan. Sepertinya ini asam lambung saya naik karena telat makan siang tadi," elak Hakim, lagi-lagi berbohong.
"Serius?" kompak Bayu dan Dani.
Untung saja nyeri di dada Hakim sudah berkurang, napasnya yang tadi sempat memburu juga sudah kembali normal jadi ia bisa menyakinkan dua rekannya bahwa dia sudah baik-baik saja.
"Iya, saya sudah baik-baik saja." Hakim bangkit dari posisinya yang tadi berjongkok lalu ingin mengambil alih sapu dari tangan Bayu, namun tidak dibiarkan oleh Bayu.
"Biar kami saja yang bersihkan, kau segeralah pulang untuk istirahat," ujar Bayu, yang disusul anggukan setuju oleh Dani.
Hakim tidak membantah lagi, dia menerima saran Bayu dan Dani yang menyuruh segera beristirahat di rumah. Meskipun mulut bisa berbohong dengan mengatakan dia baik-baik saja, tetap saja badannya tidak bisa berbohong bahwa dia terasa sangat lelah sekarang.
Setelah berpamitan, seperti biasa Hakim menunggu ojek online pesanannya datang. Jika biasanya setiap pulang kerja Hakim akan menyempatkan mampir untuk menjenguk mamanya, sepertinya tidak untuk hari ini. Laki-laki itu benar-benar ingin istirahat sekarang. Jadi, dia memutuskan untuk pulang dan mampir ke rumah sakit besok saja.
*****
Sejak pindah sekolah, Sabita terlihat tidak mempunyai teman seorang pun didekatnya. Satu-satunya manusia yang dikenalnya di sekolah itu hanya Lutfi, itupun kalau berpapasan, mereka tidak bertegur sapa karena sikap pendiam yang keduanya miliki.
Sabita mungkin agak sulit menyesuaikan diri karena untuk cara bicara saja, dia berbeda dari murid-murid disana. Tapi gadis itu tidak pernah menolak atau memilih siapapun yang datang, hanya memang tidak ada yang datang untuk mengajaknya berteman. Apakah karena sekarang Sabita berasal dari panti asuhan?
Di meja kantin yang terletak paling sudut, Sabita melahap makan siangnya seorang diri di sana. Meskipun sudut itu lumayan jauh dari meja-meja lain yang ramai, indra pengedaran Sabita masih menjangkau obrolan mereka tentangnya.
"Liat murid baru itu, dia makan sendiri lagi hari ini. Sepertinya tidak ada yang mau berteman dengan dia."
"Dengar-dengar itu karena dia dari panti, kalau berteman dengan dia pasti kita hanya dapat susahnya saja."
"Memangnya kemana orang tuanya?"
"Jadi korban bencana tsunami kemaren."
"Serius? Kenapa cuma dia yang selamat? Harusnya dia bantu orang tuanya supaya selamat juga."
"Entah, sengaja kali biar dapat warisan."
Suara itu berasal dari tiga siswi yang posisinya berada tepat di meja tengah kantin. Volume suara mereka yang sengaja ditinggikan membuat seisi kantin dapat mendengar siapa yang menjadi topik perbincangan mereka. Alhasil, banyak pengunjung kantin yang ikut berbisik-bisik tentang Sabita.