Setelah istirahat sebentar di rumah sakit, Hakim sudah diperbolehkan pulang dengan catatan harus rutin meminum obat yang diresepkan padanya. Sekarang laki-laki itu sudah berada di rumah, di meja makan untuk makan malam bersama Bu Ratna, Lutfi, dan Sabita.
"Ta, ayo makan!" teriak Hakim tiba-tiba.
"Iya!" balas Sabita yang sudah sampai di depan meja makan. Gadis itu menarik kursi yang berada di sebelah kanan Lutfi dan tepat di depan Hakim.
Bu Ratna yang sedang memindahkan sayur dari dalam panci ke mangkuk reflek mematung, begitu pun Lutfi. Mereka berdua menatap kaget pada Hakim dan Sabita, sedang dua manusia yang sedah ditatap itu memasang ekspresi bingung.
Baru kemaren malam keduanya saling diam setelah beradu mulut, apa yang terjadi sampai tiba-tiba akur begini?
"Kalian sudah akur?" tanya Bu Ratna, setelah meletakkan mangkuk berisi sayur bening di tengah-tengah meja makan.
Sabita melirik Hakim, laki-laki itu memberi kode padanya lewat tatapan mata. Tentang apapun yang Sabita lihat dan ketahui saat berada di rumah sakit sore tadi, Hakim minta untuk dirahasiakan.
"Sabita dan temannya tadi mampir ke Cafe, saya kasih diskon makanya dia mau damai dengan saya," bohong Hakim. Diskon apanya? Sabita bahkan tidak mencicipi sedikitpun pesanannya karena Hakim yang tiba-tiba pingsan.
"Benar, Ta, kalian udah baikan?" Bu Ratna bertanya lagi, untuk memastikan.
Sabita mengangguk menyetujui. "Iya, Bu. Maafkan saya sudah buat keributan malam itu sama Kak Hakim," jawabnya.
Wanita itu tersenyum senang mendengarnya. Dengan semangat, ia mengambilkan lauk ke piring Sabita. Gadis itu sangat jarang makan bersama dengan mereka sejak tinggal di rumah ini, kalaupun makan bersama suasananya akan canggung sekali. Momen makan malam kali ini berbeda dari yang sebelumnya, karena ada kehangatan yang menyelimuti suasananya.
Namun diantara kehangatan itu, masih ada sedikit sedih yang disembunyikan. Sedih itu tampil jelas di wajah Lutfi, meskipun remaja itu ikut tersenyum mendengar kabar Hakim dan Sabita yang sudah berbaikan.
Selesai makan malam, Lutfi memilih duduk santai di depan rumah. Remaja itu duduk di dipan kayu yang terletak di halaman rumah Bu Ratna, lalu berbaring di atasnya untuk menatap bintang dan menikmati angin malam.
"Kalian apa kabar?" monolog Lutfi, yang ditujukan pada dua manusia yang paling dirindukannya, Mama dan Adiknya.