Rumah yang Hirap

Azzahra Nabilla
Chapter #17

17 | Selamat Ulang Tahun

Ketika membuka pintu, Sabita sontak terkejut dengan apa yang dilihatnya di kamar. Degup jantung gadis itu berpacu dengan cepat dan bulir bening mulai menumpuk di pelupuk matanya. 

"Apa yang kalian lakukan?" 

Di dalam kamar Sabita yang temaram itu, dua buah lilin berbentuk angka satu dan tujuh menyala terang di atas cake yang terbalut oleh lelehan coklat. 

Sabita menatap tiga manusia di depannya bergantian, senyuman hangat yang mereka tampilkan untuk menyambutnya seolah menular, membuat gadis itu ikut tersenyum. 

"Happy sweet seventeen, Sabita," tutur Bu Ratna yang berdiri di tengah Hakim dan Lutfi.  

Mereka bertiga sejak sore tadi memang merencanakan kejutan kecil-kecilan itu untuk Sabita, si Bungsu di rumah ini. Balon huruf yang di susun menjadi kata HBD Sabita menempel di dinding dan di kelilingi rumbai-rumbai berwarna gold agar hiasannya sedikit lebih meriah. 

Kue ulang tahun yang di pegang Bu Ratna tampak lezat. Kue itu sudah wanita pesan sejak tiga hari lalu, di toko kue milik temannya. 

Tak kuasa lagi menahan haru, bulir bening yang tadi menumpuk di matanya akhirnya luruh. Gadis itu sedikit terisak, kali ini bukan idaman sedih melainkan isak tangis bahagia. 

Dulu, Sabita memimpikan pesta sweet seventeen yang meriah. Yang dihadiri Ayah, Bunda, dua kakaknya, dan teman-teman sekolahnya. Namun sejak duka ini melanda, Sabita di paksa untuk bangun dari mimpi indahnya. 

Gadis itu pikir, tidak satupun kecuali dia yang ingat hari ini, tidak akan ada perayaan meskipun kejutan kecil. Keluargannya yang berada di pulau yang berbeda dengannya tak menghubungi, bahkan pesan singkat pin tidak ada. Jadi Sabita berencana melewati hari spesialnya itu seperti hari-hari biasanya. 

Namun orang-orang yang tinggal satu rumah dengannya selama sepuluh bulan terakhir melakukan itu untuknya. 

"Aduh kenapa jadi nangis, ini hari bahagiamu padahal," ujar Hakim, mencoba mencairkan suasana. 

"Ayo make a wish, Ta," suruh Bu Ratna. Wanita itu mengikis jarak untuk mendekatkan kue ulang tahun ke posisi Sabita.

Sebelum lilin di atas Birthday Cake itu meleleh lebih banyak, Sabita mulai memanjatkan harapan. Setelah di rasa cukup, gadis itu membuka matanya yang tadi terpejam lalu meniup lilin itu hingga padam. 

Gadis itu tersenyum memandang Bu Ratna, Hakim, dan Lutfi. Dia bersyukur di tengah duka yang bencana itu sisakan untuknya, masih ada orang baik seperti mereka yang mau menerima dan melindunginya sebagai keluarga. 

"Ini hadiah dari saya, Ta. Maaf hanya bisa beri ini." Lutfi menyerahkan Paper Bag berisi sebuah novel. 

Mata Sabita berbinar membaca judul pada novel tersebut. Novel ini adalah salah satu novel yang selalu tidak sempat dia beli. "Wah, dari dulu aku pengen banget baca novel ini. Makasih ya, Fi," ungkap gadis itu. 

Lihat selengkapnya