Hampir tiga jam menunggu, operasi Hakim masih saja berlangsung. Di depan ruangan operasi itu Bu Ratna, Lutfi, Sabita, dan Bian masih setia menunggu. Beberapa kali, perawat bolak-balik dari dalam ruangan operasi itu, entah apa yang sedang terjadi di dalam sana.
Mereka bertiga hanya ingin berpikiran yang positif, mereka yakin operasi Hakim akan berjalan dengan lancar. Hakim adalah manusia yang kuat, mereka yakin dia akan keluar dari ruangan itu dengan kondisi yang baik-baik saja.
Mereka semua juga tak henti merapalkan banyak doa baik untuk Hakim.
Bian baru mengenal dan mengamati orang-orang yang tinggal sama Sabita kurang dari seminggu, namun dia sudah bisa menilai orang-orang seperti apa mereka.
Mereka definisi tulus yang sebenarnya. Saling merangkul dan menguatkan, mendukung dan mendoakan. Bian lega mengetahui Sabita tinggal bersama orang-orang baik seperti itu.
Ponsel dalam saku celana Bian tiba-tiba berdering, laki-laki itu mengeluarkannya dari saku untuk mengecek siapa orang yang menelponnya.
Sabita yang duduk di samping kakaknya, mengikis sedikit jarak mereka duduk untuk mengintip siapa yang menelpon kakaknya itu. Pikir gadis itu mungkin saja pacar Bian, kan?
Namun gadis itu mendadak membatu ketika membaca nama Farel yang tertera di layar ponsel milik Bian. Ternyata panggilan suara itu berasal dari Kakak tertua Sabita.
Bian pamit sebentar untuk menerima telepon itu, dia berjalan sedikit menjauh dari ruang operasi agar obrolannya dengan Farel tidak terdengar, terutama oleh Sabita.
Bu Ratna yang duduk di sebelah kiri Sabita cukup peka dengan perubahan pada ekspresi yang tampil di wajah gadis itu. Ada rasa takut yang mendominasi, sepertinya gadis itu khawatir kakak tertuanya itu tetap menolak berdamai dengan Sabita.
Tangan wanita itu terulur menggenggam tangan Sabita, membuat gadis itu yang tadinya menunduk jadi menoleh ke arahnya.
Hanya berbalas lewat tatapan mata, Sabita paham maksud dari genggaman Bu Ratna. Gadis itu menghela napas pelan lalu menormalkan kembali ekspresinya agar tidak tampak khawatir.
Setelah tiga jam berlangsung, operasi Hakim akhirnya selesai. Mereka yang menunggu di depan ruang operasi kompak berdiri dari duduk untuk menyambut dokter bedah yang menangani Hakim mengabarkan hal baik kepada mereka.
Ketika pintu ruangan operas itu terbuka lebar, seorang dokter laki-laki keluar dari dalamnya. Bu Ratna, Lutfi, Sabita dan Bian yang baru selesai dengan panggilan teleponnya langsung menghampiri dokter tersebut.
"Bagaimana operasinya dok? Hakim baik-baik saja, kan?" tanya Bu Ratna.